Harianbatakpos.com : Freeport-McMoRan Inc melaporkan penurunan produksi tembaga kuartal IV dan memperkirakan pengeluaran lebih tinggi pada tahun ini karena transisi tambang tembaga raksasa Grasberg di Indonesia ke penambangan bawah tanah. Faktor ini kemudian membuah saham perusahaan anjlok parah atau sekitar 9 persen menjadi USD 11,98.
Amerika Serikat telah menghabiskan miliaran dolar dalam peralihan dari tambang terbuka yang menipis dan untuk mengembangkan tambang bawah tanah di Papua. Langkah ini diharapkan buat produksi yang tahan lama dan menghasilkan arus kas yang signifikan di masa depan.
Produksi tembaga di Grasberg tercatat turun 14 persen pada kuartal IV, sementara total produksi logam turun 1,7 persen menjadi 827 juta pon.
Perusahaan memperkirakan belanja modal untuk 2020 menjadi sekitar USD 2,8 miliar, lebih tinggi dari tahun lalu. Dana ini akan digunakan untuk proyek proyek besar. Selain itu, perusahaan juga telah mengalokasikan USD 500 juta lagi untuk pengembangan smelter baru di Indonesia.
“Kami pikir pasar telah mengambil pandangan jangka pendek 2020 dan fokus pada capex (belanja modal) terkait smelter, pedoman kuartal pertama dan biaya tunai,” kata Analis Deutsche Bank, Chris Terry.
Penjualan Tembaga dan Emas
Freeport memprediksi penjualan tembaga mencapai 725 juta pon dan 105.000 ounce emas pada kuartal pertama.
Kepala Eksekutif, Richard Adkerson mengatakan tembaga akan diuntungkan bahkan selama pertumbuhan global masih bergejolak. Namun dia mengakui bahwa harga saat ini masih jauh di bawah insentif yang diperlukan untuk menarik pasokan baru.
Harga rata-rata yang diterima Freeport untuk tembaga turun sedikit menjadi USD 2,74 per pon pada kuartal keempat.
Harga tembaga telah rebound karena kesepakatan perdagangan Fase 1 antara Amerika Serikat dan China mengurangi tekanan pada logam merah. Harga tembaga, sering dilihat sebagai ukuran kesehatan ekonomi, membukukan kenaikan bulanan terbesar dalam dua tahun pada Desember. (mdk)
Komentar