Daerah
Beranda » Berita » Program Benih Padi Siporang PT AR Tambang Emas Batangtoru Dinilai Rugikan Petani

Program Benih Padi Siporang PT AR Tambang Emas Batangtoru Dinilai Rugikan Petani

Anggota DPRD Tapsel Mahmud Lubis foto bersama dengan Ketua Koptan dan petani Aek Pahu Desa Napa Kecamatan Batangtoru. Foto : BP/Ist

Tapsel-BP : Publikasi-publikasi yang selalu digaungkan oleh PT Agincourt Resources (PT AR) Tambang Emas Batangtoru agar indeks kepuasan keberadaan tambang terhadap masyarakat tampak bagus, di nilai hanya seperti pepatah ‘Besar Pasak Daripada Tiang’.

Kenapa tidak, sebab dalam publikasi salah satu Media Online baru-baru ini disebutkan PT AR bersama Dinas Pertanian Tapsel, BPP dan Kelompok Tani Binaan melakukan panen perdana Uji Varietas Benih Padi Siporang Organik di areal persawahan Kelompok Tani (Koptan) Aek Pahu Desa Napa Kecamatan Batangtoru, Senin (20/3-23).

Dalam publikasi media tersebut, hasil Pengubinan Panen Perdana tersebut diperoleh sebanyak 5,2 ton per hektar.

Hasil Seleksi Administrasi Lelang Jabatan Eselon II Pemprov Sumut Resmi Diumumkan

Pada kenyataannya, salah seorang Ketua Koptan Aek Pahu, Fahri Hasibuan, dalam sebuah wawancara dengan Wartawan, Rabu (29/3-23) menyebutkan proyek Varietas Benih Padi Siporang Organik ini merugikan petani 2 kali lipat.

“Sebelumnya dalam setiap 1(satu) Rante sawah, kami bisa memperoleh 15 kaleng padi, namun setelah memakai sistim organik, panen kami menurun menjadi hanya 7 kaleng,” jelas Fahri.

Keterlibatan PT AR dalam proyek Uji Varietas Benih Padi Siporang Organik ini hanya memberikan 3 alat semprot, drum kosong untuk media permentasi pupuk organik dan bimbingan pembuatan pupuk organik, ujarnya.

Menurut pengakuan Ketua Poktan Aek Pahu, untuk membuat pupuk organik, para petani kewalahan akan bahan baku sehingga program ini tidak bisa berkesinambungan.

Bhabinkamtibmas Polsek Sidikalang Kota Cek Lahan Jagung

“Karena pekerjaan kami jadi bertambah, selain bercocok tanam, kami juga harus kerja ekstra dengan terlebih dahulu mencari kotoran binatang untuk membuat pupuk kandang,” ungkap Ketua Poktan Aek Pahu.

Dibanding menggunakan pupuk konvensional lanjut Fahri, kerja kami praktis dan panen juga bisa meningkat jika pupuk kimianya tercukupi.

“Yang jadi persoalan petani di seantero Indonesia ini adalah ketersediaan pupuk kimia, sebaik apapun varietas benih padinya jika tidak didukung oleh pupuk kimia itu percuma,” tandasnya.

H Mahmud Lubis, selaku anggota DPRD Tapsel kepada media menyebutkan, rasa heran atas publikasi PT AR yang selalu fantastis yang ditengarai jauh dari fakta sesungguhnya.

“Keunggulannya selalu membawa nama-nama pemerintah agar publikasi tersebut seolah benar adanya, padahal fakta lapangan jauh berbeda dengan yang dipublikasikan,” jelasnya.

Lihat saja dalam publikasi media soal panen perdana Uji Varietas Benih Padi Siporang kata Mahmud, dalam alinea pertama berita dimaksud disebutkan dalam 1(satu) hektar sawah menghasilkan 5,2 ton padi, sedangkan dalam alinea berikutnya PT AR berniat mengembangkan hasil panen dari 5,6 ton menjadi 5,8 ton .

“Tentu angka ini membingungkan antara 5,2 ton dengan 5,6 ton, mana yang jadi pegangan. Entah darimana angka ini diperoleh,” tegas Mahmud Lubis.

Bicara fakta, 5,2 ton per hektar, ternyata menurut pengakuan Ketua Poktan Aek Pahu, hasil panen Uji Varietas Benih Padi Siporang Organik ini ternyata menurunkan hasil produksi dari 15 kaleng per-rante turun menjadi 7 kaleng per-rante, sebutnya menambahi

Jadi Mahmud menyerukan PT AR jangan bermimpi untuk mendirikan gilingan padi di Aek Pahu sebagaimana yang di janjikan kepada warga Aek Pahu, sebab gilingan padi yang sudah ada di Desa Batu Hula saja tidak beroperasi sebagaimana mestinya oleh karena pasokan padi tidak mencukupi dan distribusi pemasarannya tidak ada sasaran.

“Jangankan untuk memasarkan hasil produksi gilingan padi yang direncanakan akan dibangun di Aek Pahu, hasil panen padi Siporang saja tidak tahu kemana dipasarkan, sebab PT AR tidak mau menerima hasil panen tersebut, karena menurut PT AR, suplai beras untuk kebutuhan karyawan PT AR sudah disuplai pemborong/kontraktor yang membidangi suplai bahan pokok,” ungkap Mahmud.

Memang ada beberapa oknum petinggi di PT AR yang mau membeli, namun sifatnya hanya temporer tidak berkesinambungan, jika mereka hendak pulang kampung maka mereka memesan untuk beberapa kilogram saja.

“Namun harganya biasa saja hanya Rp18.000 per kilogram, itupun kami harus membersihkan beras tersebut kalau tidak mereka tidak mau beli, hitung-hitungannya sebenarnya kami rugi,” jelas Mahmud menceritakan kisah Ketua Koptan Aek Pahu.

Dari sekian petani yang ada di Aek Pahu, ternyata banyak petani dan pemilik sawah tidak mau ikut program padi Siporang Organik ini, alasannya karena merugikan petani, tandas Mahmud.

Salah seorang mantan anggota DPRD Tapsel, Dr Mura Siregar yang turut serta dalam kunjungan tersebut sangat menyesalkan PT AR yang tidak bersedia menampung beras hasil panen Koptan tersebut hanya dengan dalih sudah ada supplier yang dihunjuk untuk kebutuhan beras di PT AR, tukasnya.

Jawaban dan pernyataan PT AR ini sungguh menyayat hati kami. Karena dalih-dalih seperti ini saja yang kita rasakan selama ini yang mengakibatkan masyarakat lingkar tambang saja yang terus di korbankan, ujarnya.

Mura berharap, jangan masyarakat dijadikan kelinci percobaan hanya untuk memenuhi publikasi indeks kepuasan saja. Petani saat ini sudah susah jangan dibebankan lagi dengan program-program gagal tanpa perencanaan dan kajian yang matang.

“Sebaiknya, untuk membuat suatu program yang melibatkan masyarakat lingkar tambang, pihak PT AR terlebih dahulu harus membuat perencanaan dan kajian yang matang dengan melibatkan ahli, sehingga program tersebut tidak mengorbankan masyarakat oleh karena suatu kegagalan,” tandas Mura. BP/AA

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *