Uncategorized
Beranda » Berita » Putusan MK soal Jokowi Wajib Umumkan Nasib Pandemi Direspons Stafsus

Putusan MK soal Jokowi Wajib Umumkan Nasib Pandemi Direspons Stafsus

Presiden Joko Widodo. Foto: Istimewa

Medan-BP: Staf khusus Presiden, Dini Purwono, menanggapi putusan MK yang mewajibkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan lanjut atau tidaknya pandemi COVID-19 di Indonesia. Dini mengatakan putusan MK tersebut untuk memperjelas kewenangan extraordinary pemerintah di masa pandemi.

“Kemudian untuk revisi frasa Pasal 29, berkenaan dengan kewajiban Presiden untuk menyatakan status pandemi berakhir paling lambat 2 tahun sejak berlakunya Perppu, hal ini sebenarnya dimaksudkan untuk memperjelas batasan kewenangan “extraordinary” Pemerintah dalam situasi pandemi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Perppu terkait, di mana salah satunya adalah kewenangan Pemerintah untuk menetapkan defisit lebih dari 3% dari PDB,” kata Dini kepada wartawan, Selasa (2/11/2021).

Dini lantas menjelaskan mengenai Pasal 2 ayat (1a) angka 1 Perppu Corona. Menurut Dini, di sana sebenarnya sudah dibatasi kewenangan ‘extraordinary pemerintah itu paling lama sampai berakhirnya tahun anggaran 2022.

Sindrom Patah Hati: Ancaman Tersembunyi bagi Kesehatan Jantung Pria

“Artinya paling lama 2 tahun sejak berlakunya Perppu, kewenangan Pemerintah, termasuk penetapan batasan defisit, akan kembali seperti semula, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam situasi normal/non-pandemi. Dengan demikian apabila situasi pandemi melebihi akhir Tahun Anggaran 2022, maka Pemerintah harus kembali mendapatkan persetujuan DPR untuk melanjutkan kewenangan ‘extraordinary’ tersebut,” ujar Dini.

Atas hal itu, Dini menegaskan putusan MK hanya bermaksud untuk menegaskan. Bagi Dini, putusan MK sudah sejalan dengan sikap pemerintah.

“Dengan demikian, revisi frasa yang dinyatakan dalam putusan MK sifatnya mengklarifikasi dan menegaskan namun tidak mengubah maksud dan substansi dari Pasal 29 Perppu. Dengan kata lain, secara singkat artinya apa yg diputuskan MK sudah sejalan dengan konstruksi yang disusun oleh Pemerintah dalam Perppu Penanganan Covid,” ujar Dini.

Dini juga menanggapi mengenai revisi frasa Pasal 27 ayat (1) dan (3) dalam putusan MK. Dini kembali menegaskan bahwa putusan MK itu bersifat klarifikasi dan menegaskan maksud dari pasal tersebut.

Greenpeace Kritik Pernyataan Bahlil Soal Tambang Raja Ampat

“Unsur ‘itikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan sudah disebut sebenarnya dalam Pasal 27 ayat (2) Perppu terkait, yang mengatur bahwa tindakan pejabat negara dalam rangka pelaksanaan Perppu Penanganan Covid yang tidak dapat dituntut baik secara perdata atau pidana adalah sepanjang tindakan tersebut dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan dilakukan dengan itikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ujar Dini.

“Dengan demikian revisi frasa yang dinyatakan dalam putusan MK sifatnya adalah penegasan namun tidak mengubah maksud dan substansi dari Pasal 27 ayat (1) dan (3) Perppu,” sambung Dini.

Sebelumnya diberitakan, MK memutuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan lanjut atau tidaknya pandemi COVID-19 di Indonesia. Pengumuman itu harus disampaikan pada akhir tahun kedua sejak status itu dibuat.

Hal tersebut dibacakan Ketua MK, Anwar Usman, dalam sidang putusan perkara 37/PUU-XVIII/2020 yang digelar di gedung MK dan disiarkan di kanal YouTube MK, Kamis (28/10/2021). Bila status dilanjutkan, anggaran COVID sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2020 atau yang dikenal dengan Perppu Corona harus dengan persetujuan DPR.

“Peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan harus dinyatakan tidak berlaku lagi sejak Presiden mengumumkan secara resmi bahwa status pandemi COVID-19 telah berakhir di Indonesia dan status tersebut harus dinyatakan paling lambat akhir tahun ke-2. Dalam hal secara faktual pandemi COVID-19 belum berakhir, sebelum memasuki tahun ke-3 UU a quo masih dapat diberlakukan, namun pengalokasian anggaran dan penentuan batas defisit anggaran untuk penanganan Pandemi COVID-19, harus mendapatkan persetujuan DPR dan pertimbangan DPD,” kata Anwar Usman.

MK juga me-review Pasal 27 ayat 1 UU Nomor 2/2020 sehingga bunyi Pasal tersebut berbunyi:

Pasal 27

Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara sepanjang dilakukan dengan itikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

MK juga me-review Pasal 27 ayat 3 menjadi:

Sebelum review:

(3) Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.

Setelah di-review MK:

(3) Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara sepanjang dilakukan terkait dengan penanganan pandemi COVID-19 serta dilakukan dengan itikad baik dan sesuai peraturan perundang-undangan.(DTK)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Postingan Terpopuler

BatakPos TV

Kominfo Padang Sidempuan

Kominfo Padang Sidempuan