Buleleng, HarianBatakpos.com – Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Buleleng, Bali, I Made Sedana, mengungkapkan bahwa sekitar 360 siswa SMP di Kabupaten Buleleng belum lancar membaca. Angka ini mencakup siswa dari 70 sekolah negeri dan swasta. Menurutnya, data ini menunjukkan adanya masalah serius yang membutuhkan perhatian lebih.
“Kami mencatat sekitar 360 siswa yang belum lancar membaca, dari 70 sekolah di Buleleng. Jumlah ini berkurang dari 400 siswa yang terdeteksi pada awalnya, meskipun masih ada beberapa yang belum keluar dari zona tersebut,” kata Sedana saat diwawancarai pada Selasa, 15 April 2025.
Penting untuk dicatat, data tersebut belum termasuk sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Kementerian Agama. Sedana menambahkan bahwa ia sudah berkomunikasi dengan Departemen Agama di Buleleng untuk mengumpulkan data lebih lanjut mengenai siswa yang mengalami kesulitan membaca.
“Kami belum bisa menyampaikan angka pastinya karena masih dalam proses pendataan, tetapi kemungkinan jumlah siswa yang belum lancar membaca bisa lebih banyak,” jelasnya. Proses pendataan yang dilakukan mencakup detail nama dan alamat siswa, yang diharapkan dapat memberikan gambaran lebih akurat.
Buleleng bukan satu-satunya daerah yang menghadapi masalah ini. Sedana memperkirakan persoalan siswa SMP yang belum lancar membaca tidak hanya terjadi di Buleleng, tetapi juga di kabupaten-kabupaten lain di Bali dan Indonesia. Ia menyarankan agar setiap kabupaten di Bali mendata kondisi serupa di wilayah mereka.
“Saya yakin masalah ini ada di kabupaten lain di Bali. Setiap kabupaten harus melakukan pendataan untuk memastikan masalah ini tidak diabaikan,” tambahnya.
Menurut Sedana, salah satu solusi untuk mengatasi persoalan ini adalah dengan mendata kondisi para siswa SMP di seluruh Bali, sehingga kebijakan yang berbasis data dapat diterapkan untuk menyelesaikan masalah tersebut. “Setiap kabupaten harus tahu bagaimana kondisi anak-anak mereka, baik yang tidak lancar membaca, menulis, atau keduanya. Data ini akan mempermudah penentuan kebijakan yang lebih tepat,” ujarnya.
I Made Sedana juga mengungkapkan berbagai faktor yang menyebabkan ratusan siswa di Kabupaten Buleleng belum lancar membaca. Di antaranya adalah motivasi belajar yang rendah, kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan anak, dan gangguan disleksia pada sebagian siswa. “Motivasi belajar yang rendah menjadi faktor utama, sekitar 50 persen, disusul dengan peran orang tua yang kurang mendukung, sekitar 20 persen,” ujarnya.
Selain itu, faktor kecanduan media sosial dan penggunaan gadget yang berlebihan juga turut mempengaruhi kualitas pendidikan siswa. “Anak-anak sekarang lebih suka bermain game atau menggunakan handphone, yang berdampak pada rendahnya minat mereka untuk belajar secara konvensional,” jelas Sedana.
Dari data yang ada, faktor-faktor lain seperti lingkungan sekolah dan metode pengajaran juga berperan dalam mempengaruhi kemampuan siswa dalam membaca dan menulis. Sedana menekankan bahwa jika masalah ini tidak segera ditangani, akan semakin banyak siswa yang terhambat dalam belajar.
Seiring dengan meningkatnya perhatian terhadap masalah ini, diharapkan pemerintah daerah dan seluruh pihak terkait dapat segera mengambil tindakan untuk memastikan setiap siswa di Kabupaten Buleleng, Bali, dan Indonesia mendapatkan pendidikan yang optimal dan dapat mengatasi kesulitan membaca yang dihadapi.
Komentar