Jakarta, HarianBatakpos.com – Executive Director Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menilai rencana Pemerintahan Prabowo-Gibran untuk menarik utang baru sebesar Rp775,9 triliun pada 2025 sebagai langkah yang masih dalam batas aman. Berdasarkan Buku II Nota Keuangan Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, Pemerintah Indonesia merencanakan pembiayaan utang melalui penarikan utang baru sebesar Rp133,3 triliun dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp642,2 triliun.
Yose Rizal Damuri menyatakan, “Secara umum, rencana penarikan utang ini masih dianggap aman. Meskipun demikian, total utang yang harus dibayar nantinya lebih besar dibandingkan penarikan utang, sehingga kemungkinan utang terhadap PDB akan mengalami penurunan.” Namun, Yose menambahkan bahwa ada konsekuensi signifikan yang harus dihadapi pemerintah terkait dengan anggaran APBN 2025. Jika porsi penarikan utang lebih kecil dibandingkan dengan pembayaran utang, maka sebagian anggaran harus dikorbankan, mengakibatkan penurunan kemampuan belanja pemerintah.
Yose Rizal Damuri juga menyoroti bahwa alokasi anggaran untuk program-program yang sedang berjalan dalam RAPBN 2025 mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. “Kita bisa melihat penurunan anggaran untuk infrastruktur dan proyek prioritas nasional,” ujarnya. Selain itu, Yose menegaskan bahwa rencana penarikan utang sebesar Rp775,9 triliun belum final dan bisa berubah sesuai dengan perkembangan kondisi ekonomi global.
Dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025, dijelaskan bahwa pembiayaan utang direncanakan sebesar Rp775,867,5 miliar atau Rp775,9 triliun, yang akan dipenuhi melalui penarikan pinjaman dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Pinjaman pemerintah akan meliputi pinjaman dalam negeri dan luar negeri, yang sebagian besar digunakan untuk mendanai proyek-proyek prioritas pemerintah. Pembiayaan utang melalui SBN akan dilakukan melalui penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk.
Komentar