Medan, harianbatakpos.com – Pemerintah RI akhirnya menetapkan 10 Pahlawan Nasional, di mana salah satunya berasal dari Sumatera Utara, yakni Tuan Rondahaim Saragih Garingging.
Mungkin tidak banyak yang tahu siapa Pahlawan nasional yang satu ini. Kiprahnya mungkin tidak banyak tercatat, apalagi Tuan Rondahaim hidup pada tahun 1800-an. Padahal tokoh bergelar Raja Raya Namabajan(a) (1828–1891) ini adalah penguasa Partuanan Raya yang berjuang hingga akhir hayat melawan penjahaan Belanda.
Karena kegigihannya, Pemerintah Kolonial Belanda menjulukinya sebagai ‘Napoleon der Bataks’ atau Napoleon-nya orang Batak. Hal itu karena perlawanannya hingga akhir hayat terhadap upaya penaklukan Raya oleh Belanda.
Partuanan Raya tercatat tidak pernah takluk kepada Belanda pada masa Pemerintahan Tuan Rondahaim Saragih Garingging. Barulah pada tahun 1901, sepuluh tahun setelah wafatnya Tuan Rondahaim, Partuanan Raya takluk kepada Pemerintah Kolonial Belanda. Pada saat itu, Partuanan Raya dipimpin oleh putra Tuan Rondahaim yang bernama Sumayan gelar Tuan Kapoltakan Saragih Garingging.
Rondahaim Saragih Garingging lahir pada tahun 1828 di Juma Simandei, Sinondang, Pamatang Raya, ibu kota Partuanan Raya. Ayahnya, Tuan Jinmahadim Saragih Garingging gelar Tuan Huta Dolog, adalah penguasa Partuanan Raya. Ibunya, Puang Ramonta Boru Purba Dasuha, adalah putri dari Guru Raya.
Oleh karena Puang Ramonta hanyalah selir dari Tuan Jimmahadim, kehidupan Rondahaim dan ibunya serba kekurangan.
Pada masa kecilnya, Rondahaim telah diperkenalkan oleh keempat pamannya, yakni Guru Murjama, Guru Onding, Guru Nuan, dan Guru Juhang, kepada Raja Padang Tengku Muhammad Nurdin. Rondahaim belajar Bahasa Melayu dan ilmu pemerintahan selama tinggal di Kerajaan Padang.
Pada tahun 1840, saat Rondahaim berusia 12 tahun, ayahnya meninggal dunia. Kekuasaan ayahnya kemudian digantikan oleh pamannya, Tuan Murmahata Saragih Garingging Gelar Tuan Sinondang, sebagai pemangku raja. Tuan Murmahata juga menikahi ibu Rondahaim.
Perjuangan Melawan Belanda
Selama berkuasa, Tuan Rondahaim aktif memperluas wilayah kekuasaannya sekaligus menentang aneksasi oleh Pemerintah Kolonial Belanda di daerah Sumatera Timur. Pertempurannya melawan upaya aneksasi Belanda terhadap wilayah kekuasaannya, antara lain terjadi pada 21 Oktober 1887 di Dolok Merawan dan 12 Oktober 1889 di Bandar Padang.
Pada tahun 1887, pasukan Kolonial Belanda berhasil memukul mundur pasukan Partuanan Raya. Sejak serangan ke Bajalinggei pada Bulan Februari 1888, tidak ada lagi konflik terbuka antara pasukan Kolonial Belanda dengan pasukan Tuan Rondahaim.
Selain itu, Tuan Rondahaim juga menghadapi pemberontakan internal di wilayah kekuasaannya. Ada dua orang bangsawan yang menduduki beberapa kampung di wilayah kekuasannya dan melakukan kontak dengan Belanda.
Kesehatan Tuan Rondahaim pun berangsur-angsur memburuk. Sekujur tubuhnya membengkak dan tidak dapat diobati oleh satu pun tabib di Raya. Pada Juli 1891, Tuan Rondahaim meninggal dunia di Rumah Bolon Raya. Menurut catatan Jaulung Wismar Saragih, kematian Tuan Rondahaim diratapi oleh semua orang di Raya.
Penghargaan Bintang Jasa
Atas jasa-jasanya dalam melawan kolonialisme di Sumatera Timur, Tuan Rondahaim mendapatkan tanda kehormatan berupa Bintang Jasa Utama dari Presiden BJ Habibie pada 13 Desember 1999, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 077/TK/Tahun 1999.
Selain itu, Pemkab Simalungun menamai rumah sakit daerahnya dengan nama RSUD Tuan Rondahaim Saragih untuk mengenang jasa-jasa Tuan Rondahaim. Salah satu ruas jalan di Kota Pematangsiantar juga dinamai dengan nama Tuan Rondahaim. (RjP/Wiki)


Komentar