Jakarta, HarianBatakpos.com – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi sorotan publik lantaran tak kunjung disahkan meski telah diajukan selama bertahun-tahun. Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, membongkar alasan utama tertundanya pengesahan RUU yang dinilai penting dalam pemberantasan korupsi ini.
Dalam pernyataannya yang disampaikan lewat program Gaspol di YouTube Kompas.com, Selasa (13/5/2025), Mahfud MD menyebut bahwa RUU Perampasan Aset sebenarnya telah rampung sejak tahun 2018, bahkan sebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat untuk periode kedua.
“RUU Perampasan Aset itu sudah jadi sejak 2018, sebelum kabinet kedua Presiden Jokowi. Tapi sampai sekarang tidak juga disahkan,” kata Mahfud.
Menurut Mahfud, akar masalah utama dari mandeknya pengesahan RUU tersebut adalah konflik kepentingan antarlembaga negara dalam mengelola hasil rampasan koruptor. Beberapa lembaga seperti Kejaksaan Agung, KPK, bahkan Kementerian Keuangan dan Kementerian Hukum dan HAM memiliki Rumah Barang Rampasan (Rubasan) sendiri, dan masing-masing ingin menjadi pihak yang berwenang mengelola aset hasil sitaan.
“Berebutan terus, siapa yang kelola barang rampasan itu. Semua lembaga ingin jadi penampung utama. Akhirnya, pengesahan ditunda terus hingga lewat Pemilu 2019,” jelas Mahfud.
Mahfud juga mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi telah dua kali mengusulkan pengesahan RUU Perampasan Aset, namun tetap gagal di tingkat legislatif. Padahal, menurutnya, regulasi ini krusial untuk memaksimalkan upaya pemulihan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi.
RUU Perampasan Aset digadang-gadang akan mempercepat proses penyitaan dan pengembalian aset negara tanpa harus menunggu putusan pidana, sebuah langkah progresif yang dinilai mendesak di tengah maraknya praktik korupsi di Indonesia.
Ikuti saluran Harianbatakpos.com di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VbAbrS01dAwCFrhIIz05
Komentar