Daerah Nasional Peristiwa Sejarah Sosial
Beranda » Berita » Sejarah Perjanjian Bongaya: Latar Belakang, Isi dan Dampaknya

Sejarah Perjanjian Bongaya: Latar Belakang, Isi dan Dampaknya

Sumber: detik.com

Perjanjian Bongaya merupakan perjanjian yang memiliki implikasi penting dalam sejarah Indonesia. Perjanjian Bongaya terjadi pada tahun 1667 dan ditandatangani oleh Kesultanan Gowa-Tallo dari Sulawesi Selatan dan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), sebuah perusahaan perdagangan Belanda yang berkuasa di Hindia Belanda pada masa itu.

 

Disebutkan bahwa perang Makassar meletus pada tahun 1666. Perang ini berlangsung selama tiga tahun hingga 1669. Perang berakhir setelah Raja Gowa Sultan Hasanuddin menandatangani sebuah perjanjian yang berisikan tuntutan VOC. Perjanjian tersebut dinamakan Perjanjian Bongaya.

Profil Meutya Hafid, Politikus Golkar yang Kini Jabat Menteri Komunikasi Digital

 

Latar Belakang Perjanjian Bongaya

 

Pada abad ke-17, Hindia Belanda merupakan pusat perdagangan yang strategis bagi kepentingan kolonial Belanda. Salah satu daerah yang menjadi fokus utama ekspansi Belanda adalah Sulawesi Selatan, yang kaya akan rempah-rempah dan menjadi sasaran penting dalam perang dagang antara kerajaan-kerajaan lokal dan VOC.

 

Profil Militer Brigjen Faisol Izuddin Karimi, Dari Komandan Kopassus hingga Danrem Bogor

Pada periode ini, Kesultanan Gowa-Tallo merupakan kekuatan dominan di Sulawesi Selatan. Namun, VOC berusaha untuk mengamankan posisinya dan membatasi pengaruh Kesultanan Gowa-Tallo dalam perdagangan rempah-rempah di wilayah tersebut.

 

Isi Perjanjian Bongaya

 

Perjanjian Bongaya ditandatangani pada bulan Desember 1667 di Bongaya, sebuah pulau kecil di sekitar Makassar. Isi perjanjian ini antara lain mengatur pembagian wilayah pengaruh antara VOC dan Kesultanan Gowa-Tallo, serta mengatur pembayaran upeti kepada VOC oleh Kesultanan.

 

Menurut perjanjian ini, Kesultanan Gowa-Tallo setuju untuk memberikan monopoli perdagangan rempah-rempah kepada VOC di wilayah mereka. Sebagai imbalannya, VOC setuju untuk memberikan pembayaran upeti kepada Kesultanan serta menjamin perlindungan terhadap wilayah Kesultanan dari serangan pihak lain. Berikut adalah isi dari Perjanjian Bongaya secara penuh.

 

  • Makassar harus mengakui monopoli VOC
  • Wilayah Makassar dipersempit hingga tinggal Gowa saja
  • Makassar harus membayar kerugian peperangan
  • Sultan Hasanuddin harus mengakui Arung Palakka sebagai Raja Bone
  • Gowa tertutup bagi orang asing kecuali VOC
  • Benteng-benteng yang ada harus dihancurkan kecuali benteng Rotterdam

Dampak Perjanjian Bongaya

 

Perjanjian Bongaya memiliki dampak besar terhadap Sulawesi Selatan dan Indonesia secara keseluruhan. Pertama, perjanjian ini mengukuhkan posisi VOC sebagai kekuatan dominan dalam perdagangan rempah-rempah di wilayah tersebut.

 

Monopoli perdagangan ini memberikan VOC kontrol penuh atas sumber daya alam dan ekonomi daerah, serta mengendalikan arus perdagangan internasional.

 

Kedua, perjanjian ini menandai awal dari penjajahan kolonial Belanda yang lebih luas di Sulawesi Selatan. Dengan memanfaatkan perjanjian ini, Belanda memperluas kekuasaannya ke wilayah-wilayah sekitarnya dan mengkonsolidasikan kontrol politik mereka.

 

Namun, perjanjian ini juga menimbulkan perlawanan dari pihak Kesultanan Gowa-Tallo dan kelompok-kelompok lokal lainnya. Meskipun terjadi penindasan dan konflik selanjutnya, perjanjian ini tetap menjadi tonggak penting dalam sejarah kolonialisme Belanda di Indonesia.

 

Perjanjian Bongaya mencerminkan dinamika kompleks politik dan ekonomi pada abad ke-17 di wilayah Indonesia. Meskipun ditandatangani sebagai perjanjian perdamaian antara Kesultanan Gowa-Tallo dan VOC, perjanjian ini sebenarnya menjadi alat bagi VOC untuk memperluas pengaruhnya di wilayah tersebut.

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Postingan Terpopuler

BatakPos TV

Kominfo Padang Sidempuan

Kominfo Padang Sidempuan