Opini
Beranda » Berita » Sembuhlah Kawan

Sembuhlah Kawan

Sembuhkah Kawan
Sembuhkah Kawan

HarianBatakpos.com – Belakangan, kasus bullying menjadi momok yang amat menakutkan bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama kalangan anak-anak. Gara-gara kasus yang marak belakangan ini, banyak nama terseret menjadi pelaku, dan banyak orang terdaftar sebagai korban. Dampak dari bullying juga sangat beragam, ada yang akhirnya trauma dan tidak mau bersekolah lagi, ada yang dijauhi teman, ada yang sering menyendiri, dan parahnya, ada yang sampai kehilangan nyawa.

Sebenarnya, jika diperhatikan, kasus bullying ini sudah ada sejak dahulu. Namun, seberapa responsif kita dalam menghadapi dan mendalaminya tentu akan menjadi reaksi dan dampak yang berbeda. Beberapa waktu yang lalu, kisah bullying terjadi di sekolah yang mengakibatkan korban terluka dan lain sebagainya.

Mirisnya, kemudian diikuti dengan kasus yang terjadi di pesantren di mana sebagian besar santri adalah penuntut ilmu agama. Entah kekerasan fisik atau drop secara mental, akan tetap mengganggu keadaan sang korban.

Reformasi Kepolisian Republik Indonesia

Bahkan kasus di pesantren ini menjadikan permasalahan yang tadinya rumit menjadi sedikit berbuntut panjang. Dan imbas dari kesalahan yang terjadi ini, seluruh pesantren dianggap sama saja dan tidak memiliki tanggung jawab penuh terhadap santri. Ejekan dan komentar buruk mengelilingi kaum santri yang tidak seluruhnya melakukan apa yang diteriakkan oleh masyarakat.

Jika kita telusuri, kasus bullying adalah masalah yang cukup berat. Saya sendiri pernah mendampingi korban bullying yang pada akhirnya merasa tidak yakin pada hidupnya. Namanya Tia, dia adalah perempuan tangguh yang saya kenal beberapa tahun yang lalu. Awalnya, saya hanya merasa kagum melihat semangat Tia di tengah keterbatasan. Ya, Tia mengalami cacat pada kakinya, yang sudah mendapatkan penanganan maksimal bahkan pernah menjalani dua kali operasi, pertama ketika SD dan kedua saat duduk di bangku SMP.

Singkatnya, saya mengenalnya ketika duduk di bangku SMA. Pembawaannya yang tenang membuat aksi teman dan orang sekitarnya tidak begitu berpengaruh. Bahkan keadaan kakinya membuat Tia tidak bisa berjalan secara normal, dan tentunya tidak bisa berdiri terlalu lama tanpa memegang barang atau tiang sebagai tumpuan.

Suatu hari, saat Tia sedang mengikuti upacara bendera, ia terlihat oleng karena tidak memiliki tumpuan yang kuat, tubuhnya maju mundur seperti meliuk-liuk jika dilihat dari jauh. Dalam kondisi itu, seorang guru perempuan menatapnya sembari berujar di dekat beberapa anak lain.

Yos Tarigan, SH,MH: Pembaruan KUHAP Krusial, APH Dapat Kehilangan Dasar Hukum Penahanan dan Proses Hukum Lainnya

Tia dikira sedang berjoget oleh guru tersebut. Beberapa teman yang mengetahui hal itu mungkin ada yang simpati dan ada yang menahan tawa. Seharusnya, siswa istimewa dengan keterbatasan ini menjadi perhatian guru atau setidaknya teman yang menjadi lingkupnya belajar.

Di sekolah itu, Tia sering menyendiri jika tidak memiliki teman bicara. Kebanyakan orang akan cuek dan memilih berjalan sendiri atau bersama gengnya tanpa memedulikan Tia yang tidak memiliki daya pikat apa pun. Saat itu, Tia sedang berjalan menuju kelasnya, malangnya saat melewati tangga samping kelasnya ia malah memilih jalur khusus penyandang disabilitas, dan akhirnya ia malah terjungkal sekaligus menjadi bahan gunjingan anak sekelasnya terutama anak laki-laki yang sedang nongkrong di depan kelasnya. Sebagian dari mereka ada yang berempati, sebagian yang lain malah menyoraki dan mencemooh seperti biasanya.

Apakah Tia menginginkan keadaan semacam ini? Tentu saja tidak. Ia berhak menjalani hidupnya dengan nyaman dan aman, namun kejadian yang sering ia alami malah sebaliknya. Ia bahkan pernah mengalami trauma berat dan menjadi pendiam.

Tangannya terluka akibat sayatan benda tajam yang ia bawa, ia merengek dan meminta sesuatu yang selalu disebutnya dalam keluhannya. Tak tega melihat kondisi Tia saat itu, Ibunya membawa Tia ke psikolog dengan hasil harus mengonsumsi obat selama kurang lebih dua tahun.

Kasus bullying pada Tia ini terjadi tentu karena fisiknya yang tidak sempurna. Ia berjalan tidak sebagaimana mestinya. Dampak yang dirasakan Tia secara pribadi adalah tertekan dan tidak pernah bisa menceritakan keluhan atau keadaannya pada orang lain.

Sebaiknya, langkah kongkret harus segera diambil mengingat keadaan Tia yang tidak baik. Kini, dengan dukungan dari guru BK, setidaknya Tia lebih leluasa mengekspresikan perasaan dan pikirannya, sebagian teman juga mulai terbuka kepadanya.

Selain dari pihak sekolah, tentunya peran keluarga sangat penting. Dukungan dan juga solusi dari setiap permasalahan anak akan menjadi lebih mudah diatasi jika keluarga kerap mendengar dan meminta anak untuk bercerita mengenai kegiatan atau kesehariannya di lingkungan luar.

Dengan begitu, akan tercipta suasana saling mengerti dan memahami antar anggota keluarga. Anak dengan tekanan bullying di luar sana sangat membutuhkan teman berbicara, tentu dalam menyikapi masalah ini diperlukan kegigihan ekstra dan juga pengawasan yang ketat. Semoga kelak kasus semacam ini tidak lagi menimpa siswa-siswi atau siapapun di negeri ini.

Lekaslah sembuh, jika dulunya Anda termasuk salah satu korban, jika Anda pelakunya maka lekaslah untuk mengintrospeksi diri, karena apa yang kita tanam itu pula yang kita tuai. Jadi, tanamlah kebaikan selagi kita masih mampu.

 


 

Tentang Penulis

Rokhimatus Sholekhah. Dalam kesehariannya yang sibuk sebagai santri di salah satu pesantren di Magelang, Rokhimatus menemukan kebahagiaannya di antara halaman-halaman buku dan kertas-kertas kosong yang menantinya untuk diisi.

Hobi membaca dan menulis adalah kuncinya untuk membuka pintu-pintu keajaiban yang tak terbatas. Setiap halaman yang dilalui, setiap kata yang ditulis, membawanya lebih dekat pada mimpinya menjadi penulis yang produktif dan kreatif. Baginya, pena adalah tongkat sihir yang memungkinkannya membangun dunia baru, di mana imajinasinya menjadi arsitek utamanya.

Meskipun dihadapkan pada keterbatasan waktu, Rokhimatus tidak pernah menyerah dalam mendalami seni kepenulisan. Setiap kesempatan yang ia miliki, ia manfaatkan dengan penuh semangat dan dedikasi. Bahkan dalam kesibukannya sebagai santri, ia mampu menemukan waktu untuk merajut kata-kata menjadi sebuah karya seni yang memukau.

Di antara lembaran pelajaran agama dan tugas-tugas pesantren, Rokhimatus menemukan kedamaian dalam menyusun kata-kata. Ia adalah pelopor yang gigih, menghadirkan sinar cemerlang dalam dunia yang kadang gelap. Dalam setiap huruf yang ia susun, terdapat kekuatan yang menginspirasi orang-orang di sekitarnya untuk bermimpi lebih besar dan berani menggapai impian mereka.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *