Jakarta, HarianBatakpos.com – Kasus korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) menyeruak ke permukaan, menyusul pengungkapan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang menahan lima tersangka atas dugaan manipulasi proyek dan penerimaan suap. Skandal ini semakin mencoreng wajah transformasi digital pemerintah, setelah proyek yang menelan hampir Rp 1 triliun justru dilumpuhkan oleh serangan ransomware dan praktik mafia anggaran.
Lima tersangka dalam kasus korupsi proyek PDNS adalah:
-
Semuel Abrijani Pangerapan (SAP) – Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo 2016-2024
-
Bambang Dwi Anggono (BDA) – Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah 2019-2023
-
Nova Zanda (NZ) – Pejabat Pembuat Komitmen PDNS 2020-2024
-
Alfi Asman (AA) – Direktur Bisnis PT Aplika Nusa Lintas Arta 2014-2023
-
Pini Panggar Agusti (PPA) – Account Manager PT Dokotel Teknologi 2017-2021
Manipulasi Proyek PDNS Dilakukan Sejak Awal
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 95 Tahun 2018, pemerintah seharusnya membangun Pusat Data Nasional (PDN). Namun pada 2019, Kominfo justru meluncurkan PDNS, yang belakangan diketahui sebagai akal-akalan para tersangka demi kepentingan pribadi. Kepala Kejari Jakpus Safrianto Zuriat Putra menjelaskan bahwa proyek ini dirancang agar selalu bergantung pada pihak swasta dan menjadi celah korupsi berjamaah.
“Terdapat pemufakatan antara pejabat Kominfo dan pihak swasta untuk memenangkan kontrak serta menyuplai perangkat yang tidak sesuai spesifikasi. Barang-barang itu bahkan disubkontrakkan ke pihak lain,” jelas Safrianto.
Barang yang digunakan untuk layanan PDNS disebut tak memenuhi syarat teknis. Tujuannya jelas: demi meraup keuntungan pribadi dan memberikan kickback kepada pejabat pemerintah, termasuk Dirjen dan Direktur layanan Aptika Kominfo.
Jaksa turut menyita uang tunai Rp 1,7 miliar, tiga mobil mewah, dan logam mulia seberat 176 gram dari berbagai lokasi, termasuk kantor PT Aplikanusa Lintasarta dan PT Dokotel Teknologi. Semuel dan Bambang disebut menerima kickback mencapai Rp 11 miliar.
“Kerugian negara akibat proyek PDNS ini ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah,” ungkap Safrianto.
Ransomware Lumpuhkan Layanan PDNS
Puncak dari skandal ini terjadi pada Juni 2024, saat serangan siber ransomware Brain Chipher melumpuhkan sistem PDNS. Layanan publik vital seperti imigrasi ikut terganggu, dan data penting warga – termasuk KTP, rekening, dan nomor HP – turut terekspos.
Analisis Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menemukan adanya kelalaian serius, termasuk penonaktifan fitur keamanan Windows Defender dan tidak melibatkan BSSN dalam penilaian kelaikan sistem. Proyek yang menelan anggaran Rp 959,485 miliar ini akhirnya menunjukkan kelemahan fatal yang berujung pada pengunduran diri Semuel Abrijani pada 4 Juli 2024.
Pemerintah Janji Evaluasi Total Proyek Digital
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyatakan dukungan penuh terhadap proses hukum dan berjanji akan melakukan evaluasi total terhadap pengelolaan proyek pusat data nasional.
“Kami akan membentuk tim evaluasi internal dan memperkuat sistem pengawasan. Ini momentum penting untuk membangun kelembagaan digital yang bersih dan berintegritas,” tegas Meutya.
Ia menegaskan dua pegawai yang menjadi tersangka telah dinonaktifkan dari seluruh tugas dan fungsinya di Kominfo.
Komentar