Nasional
Beranda » Berita » Skandal Tambang Nikel Raja Ampat, Alam Indonesia Kian Terkikis

Skandal Tambang Nikel Raja Ampat, Alam Indonesia Kian Terkikis

Skandal Tambang Nikel Raja Ampat, Alam Indonesia Kian Terkikis
Lokasi tambang nikel di kawasan Raja Ampat yang diduga rusak akibat aktivitas penambangan ilegal (Foto: Lingkar News)

Raja Ampat, harianbatakpos.com – Aktivitas tambang nikel di Raja Ampat kembali menjadi sorotan setelah pemerintah mengungkap pelanggaran lingkungan tambang nikel oleh sejumlah perusahaan. Pemeriksaan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menemukan indikasi kuat perusakan ekosistem pulau kecil yang melibatkan perusahaan asing maupun lokal.

Empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat yang diperiksa pemerintah yaitu PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP). Tiga dari empat perusahaan tersebut memang mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP), namun hanya sebagian yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).

Kementerian LH menyebutkan, PT ASP yang merupakan perusahaan asal Tiongkok telah melakukan penambangan di Pulau Manuran seluas ±746 hektare tanpa sistem pengelolaan limbah dan manajemen lingkungan yang sesuai. Hal ini jelas melanggar ketentuan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Logo HUT ke-80 RI Resmi Dirilis: Simbol Persatuan dan Kemajuan Indonesia

Sementara itu, PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag seluas ±6.030 hektare yang juga dikategorikan sebagai pulau kecil. Sedangkan PT MRP ditemukan beroperasi tanpa dokumen lingkungan dan PPKH di Pulau Batang Pele, sehingga seluruh aktivitas eksplorasinya dihentikan. PT KSM terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan di Pulau Kawe seluas 5 hektare.

Dugaan pencemaran lingkungan tambang nikel ini memicu reaksi dari Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang menyebut IUP PT Gag Nikel diterbitkan sejak 2017 dan operasional dimulai pada 2018. Menurut Bahlil, lokasi tambang berada di luar zona pariwisata utama Raja Ampat, yakni sekitar 30-40 km dari Piaynemo.

“Harus dicek kembali, karena beberapa media memperlihatkan seolah aktivitas tambang terjadi di kawasan wisata Piaynemo,” ujar Bahlil dalam keterangannya.

Masifnya protes dari masyarakat dan pegiat lingkungan membuat DPR RI juga ikut bersuara terkait tambang nikel di Raja Ampat. Mereka mendesak pemerintah untuk bertindak tegas terhadap perusahaan yang terbukti melanggar izin lingkungan dan merusak pulau-pulau kecil yang kaya keanekaragaman hayati.

Perlindungan Data Jadi Sorotan dalam Kesepakatan Dagang RI-AS, DPR Ingatkan UU PDP


Ikuti saluran Harianbatakpos.com di WhatsApp:
👉 https://whatsapp.com/channel/0029VbAbrS01dAwCFrhIIz05

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *