Uncategorized
Beranda » Berita » Soal Presidential Threshold, MK Tak Terima Gugatan Politikus Gerindra Ferry

Soal Presidential Threshold, MK Tak Terima Gugatan Politikus Gerindra Ferry

Ketua MK Anwar Usman. Foto: Istimewa

Jakarta-BP: Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak menerima gugatan presidential threshold 20 persen yang diajukan Ferry Yuliantono. Alasannya, Ferry tidak memiliki legal standing atau hak hukum untuk menggugat aturan itu.

“Menyatakan tidak menerima permohonan pemohon,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang terbuka yang disiarkan kanal YouTube MK, Kamis (23/2/2022).

MK mengatakan pemegang legal standing di pasal yang dimaksud adalah partai politik. Pasal yang dimaksud, yaitu Pasal 222 UU Pemilu. Pasal tersebut berbunyi:

Apa Benar Tertelan Lebah Bisa Sebabkan Serangan Jantung?

Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Putusan MK itu tidak bulat. Empat Hakim MK menyatakan pemohon memiliki legal standing, yaitu Manahan Sitompul, Saldi Isra, Suhartoyo dan Enny Nurbaningsih.

Sebelumnya, dalam gugatan itu Ferry menyatakan presidential threshold harus dihapuskan.

“Penerapan presidential threshold juga berpotensi menghilangkan ketentuan tentang putaran kedua (vide Pasal 6A Ayat (3) dan Pasal 6A Ayat (4) UUD 1945), sebagaimana penyelenggaraan pemilihan presiden 2014 dan 2019 yang menghadirkan dua calon presiden yang sama (Joko Widodo dan Prabowo Subianto),” ujar Ferry.

Polisi Gagalkan Peredaran SIM Palsu di Medan

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu menilai ketentuan Pasal 6A Ayat (3) dan Pasal 6A Ayat (4) UUD 1945 secara implisit menghendaki munculnya beberapa calon dalam pemilihan presiden, yang tidak mungkin dilaksanakan dalam hal hanya terdapat dua pasangan calon. Selain itu, ketentuan Pasal 6A Ayat (3) dan Pasal 6A Ayat (4) UUD 1945 justru memberikan ‘constitutional basis’ terhadap munculnya calon presiden lebih dari dua pasangan calon dan karena itu presidential threshold jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan di atas.

“Keberlakuan Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 melanggar Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945, yaitu penerapan presidential threshold tidak sejalan dengan prinsip keadilan pemilu (electoral justice), yang mensyaratkan adanya kesamaan perlakuan di antara peserta pemilihan umum,” paparnya.(DTK)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *