Jakarta-BP: Staf Khusus Mensesneg Faldo Maldini buka suara terkait gugatan Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh sejumlah purnawirawan jenderal TNI, politikus, hingga aktivis. Faldo mengatakan gugatan itu bisa sekaligus mempromosikan UU IKN.
“Bagus, memang begitu seharusnya. Orang bisa jadi tahu lebih dalam ide IKN ini, active citizen adalah aset negara, bisa promosi gratis,” kata Faldo kepada wartawan, Kamis (3/2/2022).
Faldo mengatakan setiap warga negara memiliki hak menggugat jika menilai ada yang tidak sesuai dengan konstitusi. Pemerintah, menurutnya, melindungi hak tersebut.
“Tentunya, kalau ada yang merasa tidak sesuai dengan konstitusi, silakan digugat. Pemerintah berkomitmen akan melindungi hak setiap warga negara,” ujarnya.
Faldo mengatakan pemerintah akan siap menghadapi gugatan itu. Dia memastikan UU IKN akan terus berjalan ke depan.
“Kami pun tentunya akan siapkan jawaban-jawaban substantif. Saat ini, kita harus terus berlari untuk menyiapkan masa depan Indonesia. IKN ini merupakan jembatan kebahagiaan dan kesatuan bangsa. Semua aturan turunannya sedang dibahas saat ini,” ujarnya.
“Ibu kota itu buat anak-cucu kita, persembahan generasi hari ini untuk mereka yang akan meneruskan ikhtiar kebangsaan kita. Mungkin mayoritas kita yang hidup hari ini bisa jadi tidak merasakannya secara utuh, ini warisan untuk penerus kita,” lanjut Faldo.
Sebelumnya, gugatan itu dilayangkan oleh sejumlah purnawirawan jenderal TNI, politikus, hingga aktivis kemarin. Ada sejumlah hal yang menjadi alasan mereka menggugat UU IKN. Pertama, menilai proses penyusunan dan pembentukan UU IKN tidak berkesinambungan.
“Bagaimana Menkeu itu bicara mengubah-ubah mata anggaran di APBN atas dasar adanya pertanyaan satu anggota DPR dari Demokrat, misalnya. Ketika ditanya jawabnya, ‘Oke nanti kami akan ubah’. Itu kan menunjukkan bahwa tidak ada perencanaan yang berkesinambungan. Itu yang pertama,” ujar Koordinator Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) Marwan Batubara di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (2/2/2022).
Poin kedua, menurut mereka, UU IKN merupakan konspirasi jahat yang dilakukan pemerintah dengan DPR. Mereka menilai pemerintah dan DPR menyembunyikan hal-hal esensial dan strategis yang seharusnya menjadi konten UU.
“Bagaimana bisa hal-hal yang penting, esensial, strategis, yang harusnya masuk dalam UU itu tidak diatur dalam UU ini. Lalu nanti diatur oleh pemerintah sendirian. Padahal mestinya ini bukan saja oleh rakyat, tapi DPR. Atau sebaliknya, bukan hanya DPR, tapi rakyat juga berhak untuk ikut menentukan konten yang strategis dan penting itu,” jelas Marwan.
Poin ketiga mereka menilai jika pemerintah dan DPR tidak memperhatikan masalah efektifitas, terutama masalah sosiologi masyarakat. Terutama dalam penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia. Mereka menilai kepentingan publik diabaikan dalam UU IKN tersebut.
Poin terakhir, dalam pembuatan UU IKN, dalam pembahasannya masyarakat tidak terlalu banyak dilibatkan. Marwan menyebut pembuatan UU IKN ini hanya memakan waktu 42 hari.(DTK)
Komentar