Hukum
Beranda » Berita » Syahrul Yasin Limpo Diduga Gunakan Uang Negara untuk Beli Durian dan Keperluan Pribadi

Syahrul Yasin Limpo Diduga Gunakan Uang Negara untuk Beli Durian dan Keperluan Pribadi

Harianbatakpos.com , JAKARTA – Praktik korupsi di Indonesia kembali mencuat, kali ini dengan kasus mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang diduga menggunakan anggaran dinas untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.

Dalam sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang berlangsung maraton hingga pekan ini, terungkap bahwa SYL mengalirkan dana Kementerian Pertanian (Kementan) untuk kebutuhan dirinya, istri, anak, dan cucunya, dengan total mencapai Rp44,5 miliar.

Dana tersebut digunakan untuk berbagai keperluan pribadi, seperti umroh bersama keluarga sebesar Rp1,35 miliar, membeli mobil untuk putrinya, Indhira Tita, senilai Rp500 juta, serta membayar honor penyanyi dangdut Nayunda sebesar Rp100 juta. Selain itu, SYL juga menggunakan uang negara untuk membayar honor dan makanan karyawan di rumah dinasnya, yang mencapai Rp3 juta hampir setiap hari.

Pengemudi Nekat Terobos One Way, Tabrak Polisi di Puncak Bogor

Tak hanya itu, dana kementerian juga dialokasikan untuk keperluan remeh-temeh seperti membeli kacamata dan perawatan wajah istrinya, membayar tagihan kartu kredit, renovasi kamar, dan acara khitanan serta ulang tahun cucunya.

Kementan juga harus memberikan dana sebesar Rp25 hingga Rp30 juta untuk istri SYL, Ayun Sri Harahap, di luar permintaan dana tambahan yang diminta sewaktu-waktu, seperti dilansir dari Detikcom.

Kesaksian di pengadilan mengungkapkan bahwa putra SYL, Kemal Redindo, juga meminta penggantian biaya ulang tahun anaknya (cucu SYL) melalui ajudan SYL, Panji Hartanto. Isnar Widodo, Kasubag Rumah Tangga Biro Umum dan Pengadaan Kementan, menirukan permintaan Panji, “Total segini, tolong dibayar!”

Berbagai cara dilakukan oleh SYL untuk mendapatkan dana, termasuk mengumpulkan patungan dari bawahannya dan menggunakan pos-pos anggaran direktorat atau unit kerja di bawahnya. Isnar bersama tiga rekannya bahkan dicopot dari jabatannya karena kesulitan mencarikan dana untuk membayar tagihan kartu kredit sebesar Rp215 juta atas nama SYL.

Kasus Korupsi di Sumut: Gubernur Bobby Nasution Dalam Sorotan KPK

Selain itu, terungkap juga bahwa SYL meminta THR untuk pekerja rumah tangga di rumahnya kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Fajri, pada tahun 2021 dan 2022. Fajri terpaksa patungan dengan rekan-rekannya mengumpulkan uang sebesar Rp50 juta untuk memenuhi permintaan tersebut.

Dalam persidangan, terungkap bahwa SYL meminta bawahannya membelikan iPad, HP, parfum, dan barang-barang keperluan lainnya. Anak buahnya, yang tidak ingin rugi, kemudian menyisihkan uang dari pos-pos anggaran di lingkup kerjanya.

Salah satu permintaan yang sangat tidak masuk akal adalah ketika SYL meminta Sekretaris Badan Karantina Kementan, Wisnu Haryana, untuk mengirimkan durian musang king beberapa kali ke rumah dinasnya dengan nilai mencapai Rp46 juta.

Pertanyaan besar terkait dengan praktik korupsi seperti yang dilakukan SYL adalah mengenai sistem pengawasan di instansi atau lembaga pemerintah. Ke mana pengawas internal dan inspektorat yang seharusnya mengawasi penggunaan anggaran ini?

Apakah bisa dipastikan bahwa praktik korupsi seperti ini tidak terjadi di instansi atau lembaga lainnya, baik di pusat maupun daerah?

Beban yang amat berat bagi pemerintah baru adalah membenahi sistem pengawasan keuangan negara. Terlebih lagi, institusi sekelas KPK juga diduga terlibat dalam kasus ini, dengan pimpinannya Firli Bahuri diduga ikut memeras SYL dan auditor BPK meminta Rp12 miliar untuk penerbitan sertifikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) bagi Kementan.

Kasus dugaan korupsi SYL seharusnya menjadi pintu masuk untuk melakukan pembenahan menyeluruh terhadap sistem pengawasan di setiap instansi dan lembaga negara.

Jangan sampai uang negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat malah menjadi ajang bancakan oleh segelintir pihak yang tidak bertanggung jawab. Pembenahan ini sangat krusial untuk mencegah praktik korupsi yang lebih parah di masa depan.

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *