Tajikistan – BP: Tajikistan, negara mayoritas Muslim di Asia Tengah, telah mengejutkan dunia dengan mengesahkan undang-undang yang melarang pemakaian hijab. Keputusan ini mengundang reaksi beragam dari berbagai kalangan.
Mengapa Hijab Dilarang?
Pemerintah Tajikistan menggambarkan langkah ini sebagai upaya untuk melindungi nilai-nilai budaya nasional dan mencegah takhayul serta ekstremisme. Aturan ini melarang penggunaan “pakaian asing” seperti hijab, dan mendorong warga untuk mengenakan pakaian nasional. Pelanggar akan dikenai denda mulai dari 7.920 hingga 57.600 Somoni Tajikistan.
Konteks Sejarah dan Politik
Presiden Emomali Rahmon, yang berkuasa sejak 1994, telah lama mengincar apa yang mereka sebut sebagai ekstremisme di negara tersebut. Langkah-langkah ini termasuk membubarkan Partai Kebangkitan Islam Tajikistan (TIRP) pada 2015 setelah menetapkannya sebagai organisasi teroris.
Dampak pada Praktik Keagamaan
Selain larangan hijab, undang-undang baru ini juga mempengaruhi berbagai praktik keagamaan lainnya, seperti tradisi “iydgardak”. Pemerintah Tajikistan juga menerapkan aturan ketat lainnya, termasuk larangan anak-anak di bawah 18 tahun memasuki tempat ibadah tanpa izin.
Respons Masyarakat dan Internasional
Langkah ini dipandang kontroversial mengingat 96 persen penduduk Tajikistan beragama Islam. Beberapa kalangan melihat kebijakan ini sebagai upaya untuk memperkuat kekuasaan pemerintah dan mengurangi pengaruh asing.
Penutupan Masjid dan Pembatasan Agama
Laporan tahun 2017 dari Komisi Urusan Agama Tajikistan menyebutkan bahwa 1.938 masjid telah ditutup dalam setahun, dan tempat-tempat ibadah dialihfungsikan menjadi kedai teh dan pusat medis. Kebijakan ini semakin diperketat setelah serangan di Balai Kota Crocus, Moskow, Rusia, yang melibatkan pelaku dengan paspor Tajikistan.
Presiden Rahmon menegaskan keinginannya untuk menjadikan Tajikistan sebagai negara yang demokratis, berdaulat, berdasarkan hukum, dan sekuler.
Komentar