Medan, HarianBatakpos.com – Tren tarian THR atau tarian pemanggil THR telah menjadi viral di media sosial menjelang Idul Fitri 1446 Hijriah atau Lebaran 2025. Banyak masyarakat yang menirukan gerakan tarian ini, yang ditampilkan dengan berbaris, berjoget, dan melompat maju mundur. Tarian ini dilakukan secara beramai-ramai dengan gerakan kaki yang serempak.
Namun, belakangan diketahui bahwa tarian THR ini sangat mirip dengan tarian Hora, yang merupakan tradisi budaya bangsa Yahudi. Gerakan tarian Hora juga dimulai dengan langkah kaki ke kanan dan kiri, diikuti dengan lompatan kecil ke depan dan belakang. Kontroversi muncul ketika banyak orang mempertanyakan identitas budaya dari tarian ini, dilansir dari Lambeturah.co.id.
Beberapa orang meminta agar tarian tersebut tidak diikuti, sementara yang lain berpendapat bahwa hal itu hanya untuk bersenang-senang. Tarian ini menjadi perdebatan karena identitasnya yang mirip dengan budaya Yahudi. Banyak warganet mengingatkan umat Muslim untuk berhati-hati dalam meniru budaya lain, karena mereka khawatir akan adanya pergeseran nilai-nilai aqidah. Hal ini sejalan dengan hadits yang menyatakan, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR Abu Daud dan Ahmad).
Asal Usul Tarian Hora
Lalu, apa sebenarnya tarian Hora yang berasal dari bangsa Yahudi? Tarian Hora memiliki sejarah panjang sebagai bagian dari tradisi Yahudi. Biasanya, tarian ini dilakukan dalam bentuk melingkar, diiringi lagu seperti Hava Nagila. Tarian ini melambangkan penyatuan serta perayaan kebahagiaan.
Sejarah tarian ini berakar pada upaya menciptakan identitas budaya yang kuat bagi masyarakat Yahudi, terutama saat pembentukan negara Israel pada tahun 1948. Menurut berbagai sumber, koreografer pertama Israel menggabungkan elemen dari berbagai tradisi untuk menciptakan tarian rakyat khas Israel, termasuk Hora.
Secara umum, tarian Hora melambangkan kegembiraan dan solidaritas komunitas Yahudi serta terus berkembang sebagai bagian dari budaya rakyat Israel hingga saat ini. Oleh karena itu, umat Muslim diimbau untuk lebih selektif dalam mengikuti tren agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan budaya kita.


 
   
                     
             
             
             
             
             
             
             
             
             
             
             
            
Komentar