Medan, HarianBatakpos.com – Tarif iuran BPJS Kesehatan berpotensi naik pada tahun depan, beriringan dengan penerapan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang menggantikan sistem kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan. Kenaikan ini menjadi perhatian utama bagi peserta BPJS Kesehatan.
Penerapan sistem KRIS sendiri akan dilakukan oleh pemerintah pada 30 Juni 2025. Besaran iuran peserta yang akan mengalami kenaikan akibat perubahan sistem ini ialah untuk kelas 1 dan kelas 2 BPJS Kesehatan, sedangkan kelas 3 tidak mengalami kenaikan karena menjadi peserta penerima bantuan iuran (PBI) dari pemerintah. “Kalau kelas III enggak naik, kelas III itu kan, mohon maaf, umumnya PBI,” kata Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, di TMII, Jakarta Timur, dikutip Senin (28/10/2024).
Tarif baru iuran BPJS Kesehatan sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 mengenai Jaminan Kesehatan Nasional. Rencananya, selain ada perubahan tarif, iuran BPJS Kesehatan juga akan menjadi satu tarif karena sistem KRIS yang menghapus sistem kelas di BPJS Kesehatan. Namun, penerapan iuran satu tarif ini akan dilakukan secara bertahap. “Ke depannya, iuran ini harus menjadi satu, tetapi akan dilakukan bertahap,” ungkap Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, di Kompleks Parlemen, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Pada pasal 103B ayat (8) Perpres 59/2024 diatur tentang penetapan iuran, manfaat, dan tarif pelayanan yang berlaku hingga 1 Juli 2025. Selama masa transisi, iuran akan tetap berlaku seperti sebelumnya, sesuai dengan informasi terkini per 28 Oktober 2024.
Aturan terkait iuran sebelumnya tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022. Di dalamnya juga dicantumkan mengenai pembayaran yang harus dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya, serta tidak ada denda telat membayar mulai 1 Juli 2026. Denda hanya dikenakan jika dalam 45 hari setelah status kepesertaan diaktifkan kembali, peserta mendapatkan layanan kesehatan rawat inap.
Dalam aturan tersebut, skema iuran dibagi dalam beberapa aspek, antara lain:
- Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan, yang iurannya dibayarkan langsung oleh Pemerintah.
- Iuran bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan, terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non-pegawai negeri, sebesar 5% dari gaji atau upah per bulan, dengan ketentuan: 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh peserta.
- Iuran peserta PPU yang bekerja di BUMN, BUMD, dan Swasta, juga sebesar 5% dari gaji atau upah per bulan, dengan ketentuan yang sama.
- Iuran keluarga tambahan PPU terdiri dari anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua, dengan besaran iuran sebesar 1% dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
- Iuran bagi kerabat lain dari PPU seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dan lainnya, peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU), serta iuran peserta bukan pekerja, memiliki perhitungan tersendiri:
- Sebesar Rp 42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
- Khusus untuk kelas III, bulan Juli – Desember 2020, peserta membayar iuran sebesar Rp 25.500. Sisanya, sebesar Rp 16.500, dibayar oleh pemerintah sebagai bantuan iuran.
- Per 1 Januari 2021, iuran peserta kelas III adalah sebesar Rp 35.000, sementara pemerintah tetap memberikan bantuan iuran sebesar Rp 7.000.
- Sebesar Rp 100.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
- Sebesar Rp 150.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
- Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, ditetapkan sebesar 5% dari 45% gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.
Komentar