Mataram, HarianBatakpos.com – Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan Agus Buntung, seorang penyandang disabilitas, telah mengundang perhatian besar setelah rekaman ancamannya terhadap korban menjadi viral di media sosial. Video tersebut menunjukkan Agus mengancam akan “membunuh mental” korban, menambah kecaman luas terhadap kasus ini di masyarakat. Kasus ini membuka tabir kejahatan seksual yang melibatkan kelompok rentan, baik pelaku maupun korban, yang kini menjadi sorotan utama.
Agus Buntung, yang juga dikenal dengan nama IWAS, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini oleh Polda Nusa Tenggara Barat (NTB). Sejauh ini, 15 korban melaporkan tindakan pelecehan seksual yang dilakukan Agus di berbagai lokasi, termasuk homestay tempat kejadian. Proses penyidikan terus berlangsung, dengan rekonstruksi dan pelimpahan berkas perkara ke kejaksaan menjadi bagian dari langkah hukum yang sedang ditempuh.
Agus Buntung Gunakan Modus Manipulatif untuk Dekati Korban
Kasus pelecehan seksual ini mencuat setelah sejumlah korban melaporkan tindakan yang dilakukan Agus di NTB. Penyidikan awal menunjukkan modus operandi yang sistematis, di mana Agus menggunakan berbagai cara untuk mendekati dan membujuk korban. Ia berpura-pura membutuhkan bantuan sebagai penyandang disabilitas untuk memperoleh kepercayaan dari para korban.
Penyelidikan dimulai dengan laporan yang datang dari sebuah homestay, tempat beberapa kejadian pelecehan tersebut terjadi. Polisi kemudian melakukan rekonstruksi dengan memperagakan 49 adegan yang menggambarkan dugaan tindakan pelecehan seksual oleh Agus terhadap korban. Proses rekonstruksi ini membantu menggambarkan kronologi lengkap dari kejadian tersebut.
Ancaman Agus terhadap Korban Menambah Tekanan Psikologis
Ancaman Agus terhadap para korban juga terekam dalam sebuah video yang viral, di mana ia berkata akan “membunuh mental” korban jika mereka melaporkan kejadian ini kepada pihak berwajib. Ancaman tersebut memberikan tekanan psikologis yang besar pada korban dan semakin memperburuk situasi mereka. Dalam rekaman yang beredar, Agus dengan jelas mengancam, “Kalau kamu nangis, kujamin bakalan mati. Ini bisa kamu jadikan bukti omongan saya kirim ke orang tuamu. Membunuh bukan berarti saya membunuh, tapi membunuh mentalmu.”
Rekonstruksi Kasus Lokasi Kejadian dan Bukti Baru
Rekonstruksi yang dilakukan oleh Polda NTB mencakup tiga lokasi utama: Taman Udayana, Islamic Center, dan sebuah homestay di Mataram. Sebanyak 49 adegan diperagakan untuk memberikan gambaran lengkap tentang kejadian-kejadian tersebut, termasuk interaksi antara pelaku dan korban di dalam kamar homestay. Rekonstruksi ini juga menunjukkan adanya perdebatan terkait pembayaran kamar, yang menjadi salah satu pemicu tindakan pelecehan.
Bukti-bukti yang terkumpul, bersama dengan kesaksian para korban, menunjukkan adanya unsur paksaan dalam hubungan yang diklaim Agus terjadi atas dasar suka sama suka. Hal ini menjadi bagian penting dalam penyidikan lebih lanjut.
Perlindungan Hukum untuk Korban dan Ancaman Terhadap Mereka
Empat korban telah mengajukan permintaan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akibat ancaman yang mereka terima, terutama setelah rekaman ancaman Agus viral. Selain para korban, dua pendamping korban juga meminta perlindungan akibat tekanan yang mereka alami. LPSK mencatat bahwa kurangnya kesaksian korban menjadi hambatan utama dalam proses penyidikan.
Pembelaan Agus dan Dukungan Tim Pengacara
Sebanyak 16 pengacara telah menyatakan akan membela Agus dalam kasus ini. Tim kuasa hukum Agus mengklaim bahwa tindakan yang dilakukan oleh klien mereka berdasarkan kesepakatan dengan korban. Namun, pembelaan ini mendapat kritik publik yang tajam, karena banyak pihak menilai bahwa kesaksian korban harus menjadi bukti utama dalam kasus ini.
Di sisi lain, pengacara korban menegaskan pentingnya mengedepankan kesaksian korban sebagai bukti utama, sesuai dengan ketentuan undang-undang kekerasan seksual. Kasus ini masih terus berkembang, dan perhatian masyarakat terhadapnya semakin besar.
Komentar