Medan, harianbatakpos.com – Toxic masculinity menjadi isu penting dalam kesehatan mental pria. Banyak pria yang terjebak dalam norma maskulin yang menuntut mereka untuk menunjukkan ketahanan fisik dan emosional. Hal ini sering kali membuat mereka enggan berbagi perasaan, bukan karena tidak ingin, tetapi karena takut akan penilaian sosial. Akibatnya, banyak yang diam-diam mengalami gangguan jiwa.
Menurut data yang dilansir dari laman Lambeturah.co.id, statistik menunjukkan bahwa 58 persen pekerja laki-laki mengalami gangguan mental. Data Susenas Maret 2022 juga mengungkapkan bahwa 52,7 persen pria dalam kelompok pengangguran mengalami gangguan jiwa. Di era digital, frasa “pria tidak bercerita” menjadi meme yang menyiratkan kenyataan pahit bahwa banyak pria berjuang sendirian.
Toxic masculinity, yang merupakan kumpulan sikap dan perilaku ekstrem yang berakar dari norma gender tradisional, menghalangi pria untuk mencari bantuan saat mengalami kesulitan. Mereka sering kali tidak menunjukkan kerentanan, yang justru memperburuk kondisi psikologis mereka. Dampak dari sikap ini bisa berujung pada depresi, isolasi sosial, bahkan risiko bunuh diri.
Untuk mencegah kerugian lebih lanjut, penting bagi masyarakat untuk memberikan edukasi tentang kesehatan mental dan mendorong pria agar merasa aman untuk mengekspresikan perasaan mereka. Dengan demikian, stigma seputar kesehatan mental pria dapat dihapuskan.
Ikuti saluran Harianbatakpos.com di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VbAbrS01dAwCFrhIIz05
Komentar