Medan, HarianBatakpos.com – Kasus pemerasan yang melibatkan eks Kasubdit III Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, AKBP Malvino Edward Yusticia, dan AKP Yudhy Triananta Syaeful, menjadi sorotan publik. Mereka dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) oleh Komisi Kode Etik Polri (KKEP) setelah terbukti memeras penonton DWP 2024.
Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, menjelaskan bahwa Malvino meminta imbalan dari penonton yang diduga terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. “Pada saat pemeriksaan terhadap orang yang diamankan tersebut telah melakukan permintaan uang sebagai imbalan dalam pembebasan atau pelepasannya,” ungkap Brigjen Trunoyudo dalam konferensi pers di Mabes Polri, dilansir dari detik.com.
Tidak hanya Malvino, AKP Yudhy juga terlibat dalam tindakan tercela ini. Saat menjabat sebagai Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba, Yudhy melakukan pemerasan terhadap penonton konser yang terdiri dari warga negara asing dan Indonesia. “Yang bersangkutan terduga pelanggar pada saat menjabat sebagai kanit telah mengamankan penonton konser DWP Tahun 2024,” jelasnya.
Majelis sidang KKEP tidak hanya menindak Malvino dan Yudhy, tetapi juga menjatuhi sanksi PTDH terhadap eks Direktur Narkoba Polda Metro Jaya, Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak. Ia terbukti membiarkan anak buahnya melakukan pemerasan, menunjukkan adanya masalah struktural dalam pengawasan etika di kepolisian.
Kasus ini mencerminkan perlunya reformasi dalam tubuh Polri, terutama dalam hal pengawasan dan penegakan etika. Tindakan pemerasan yang dilakukan oleh oknum kepolisian menodai citra institusi dan mengurangi kepercayaan masyarakat.
Peran AKBP Malvino dan AKP Yudhy dalam kasus pemerasan penonton DWP menunjukkan tantangan yang dihadapi Polri dalam menjaga integritas. Reformasi dan penegakan etika menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan publik.
Komentar