Kriminal
Beranda » Berita » Tragedi Kediri, Pembunuhan Kekasih Hamil oleh Calon Pendeta

Tragedi Kediri, Pembunuhan Kekasih Hamil oleh Calon Pendeta

HarianBatakpos,com, Kediri  BP: Kristianto tidak bisa menahan emosinya setelah majelis hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri menjatuhkan vonis 11 tahun penjara kepada Natanael Srihaditama, atau yang dikenal sebagai Nata, pada Jumat, 28 Juni 2024. Kristianto, paman korban, merasa vonis tersebut terlalu ringan untuk pembunuhan berencana yang dilakukan Nata terhadap SR, keponakannya yang berusia 17 tahun dan sedang hamil.

Peristiwa tragis ini bermula pada 15 Oktober 2010, ketika Nata yang berusia 22 tahun dan calon pendeta, merasa panik karena mengetahui bahwa SR, kekasihnya selama lima bulan, hamil. Kehamilan SR dianggap sebagai aib besar bagi Nata, terutama karena ayahnya juga seorang pendeta di gereja tempat SR beribadah. Alumnus sebuah sekolah Teologi di Kota Batu itu pun merencanakan pembunuhan terhadap SR.

Nata menghubungi SR dan memintanya datang ke gereja tanpa membawa sepeda, melainkan berjalan kaki. Setibanya di gereja, mereka menuju ruang belakang yang biasa mereka gunakan untuk berhubungan badan. Saat berhubungan, Nata mengambil seutas kabel yang telah disiapkan dan menjerat leher SR hingga tewas. Untuk menghilangkan jejak, Nata memanjat tembok setinggi 4 meter dan melemparkan jasad SR ke kebun tebu di samping gereja.

Tiga Kurir Ditangkap Saat Jemput Ganja di Madina, Polisi Sita 36 Bal Ganja

Keesokan harinya, mayat SR ditemukan oleh warga yang sedang mencari rumput. Polisi segera mengidentifikasi jenazah SR melalui foto yang dikenali keluarganya. Autopsi dilakukan dan penyelidikan dimulai. Bukti kunci ditemukan ketika salah satu saksi melihat pesan di handphone SR yang meminta SR datang ke gereja pada malam itu, pesan tersebut dikirim oleh Nata.

Polisi kemudian menangkap Nata di rumahnya pada 16 Oktober 2010. Pada awalnya, Nata mengelak, tetapi akhirnya mengakui perbuatannya setelah disodorkan bukti yang cukup. Kasus ini membuat gempar masyarakat Desa Bendo. Karena takut terjadi amuk massa, polisi memutuskan untuk tidak melakukan rekonstruksi di tempat kejadian perkara, melainkan di kantor polisi, seperti disadur dari laman detikBali.

Nata ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang dapat dihukum mati atau penjara seumur hidup. Namun, pada 31 Maret 2011, Nata lolos dari hukuman mati atau seumur hidup dan hanya dijatuhi hukuman 11 tahun penjara, keputusan yang dianggap terlalu ringan oleh keluarga korban.

Keluarga SR segera mengajukan banding atas keputusan tersebut. Mereka merasa kehilangan besar karena selain SR, nyawa bayi dalam kandungannya juga turut hilang. Kristianto, paman korban, menyatakan bahwa hukuman 11 tahun tidak setimpal dengan kejahatan yang dilakukan Nata.

Kurir Ganja 25 Kg Ditangkap Polres Batubara

Kasus ini menyoroti kerapuhan hukum dalam menangani kasus pembunuhan berencana, terutama ketika melibatkan tokoh masyarakat atau keluarga terpandang. Masyarakat Desa Bendo bahkan menyerukan pengusiran keluarga Nata dari desa karena tindakan keji yang dilakukan oleh Nata.

Dalam proses hukum yang berlangsung, banyak pihak berharap agar keadilan benar-benar ditegakkan. Kasus ini bukan hanya tentang hilangnya nyawa SR dan bayinya, tetapi juga tentang bagaimana hukum memberikan keadilan kepada korban dan keluarganya. Kejadian ini menjadi pengingat bahwa kejahatan seperti ini tidak boleh ditolerir dan harus dihukum seadil-adilnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Postingan Terpopuler

BatakPos TV

Kominfo Padang Sidempuan

Kominfo Padang Sidempuan