Ekonomi Nasional
Beranda » Berita » Utang Tiada Henti, Sri Mulyani Akui Masyarakat Berbeda Dibanding Dulu

Utang Tiada Henti, Sri Mulyani Akui Masyarakat Berbeda Dibanding Dulu

Jakarta-BP: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pembahasan mengenai utang pemerintah pusat semakin populer di berbagai kalangan masyarakat dibandingkan 10 tahun lalu.

“Sensitivitas terhadap utang 10 tahun lalu berbeda dengan situasi sekarang, karena ada media sosial mungkin,” katanya ketika memberikan kuliah umum di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, Jumat (26/10).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan bahwa penetrasi mengenai utang juga sudah meluas di berbagai kalangan, bahkan hingga ke masyarakat yang tinggal di perdesaan.

Amnesti Dikira Mainan, Presiden Langsung ‘Tendang’ Immanuel Ebenezer dari Kabinet

Sri Mulyani bercerita bahwa ketika dirinya mengikuti kegiatan Kemenkeu Mengajar di SD Negeri Kenari 07 Jakarta Pusat, beberapa siswa bahkan mengetahui soal utang.

Ia juga memahami bahwa utang pemerintah menjadi salah satu topik bahasan yang mengemuka dalam debat politik.

Debat politik mengenai utang, kata Sri Mulyani, tidak bisa dianggap enteng. “Saya tidak mau underestimate,” ujar dia.

Menurut catatan Kemenkeu, posisi total utang pemerintah pusat hingga akhir September 2018 mencapai Rp4.416,37 triliun, terdiri dari pinjaman luar negeri Rp816,73 triliun, pinjaman dalam negeri Rp6,38 triliun, surat berharga negara (SBN) berdenominasi rupiah Rp2.537,16 triliun dan SBN berdenominasi valas Rp1.056,10 triliun.

Telah Dapat Ijazah Sesuai Ketentuan, Rektor UGM Tegaskan Jokowi Adalah Alumni UGM

Hingga akhir September 2018, realisasi pembiayaan utang telah mencapai Rp304,94 triliun dari Rp399,22 triliun yang ditetapkan pada APBN 2018, atau telah mencapai sebesar 76,38 persen APBN.

Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2017, realisasi pembiayaan utang mengalami pertumbuhan negatif 21,62 persen.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

 

(Aktual) BP/JP

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *