Jakarta, HarianBatakpos.com – Masyarakat, terutama di China, kini dihebohkan dengan kemunculan wabah virus Human Metapneumovirus (HMPV). Wabah virus HMPV sedang merebak di China dan menjadi perhatian besar karena dapat menyebar dengan sangat luas dan cepat. Hal ini menyebabkan lonjakan kasus yang signifikan, terutama di wilayah China bagian Utara.
Prof. Tjandra Yoga Aditama, mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, menjelaskan beberapa fakta penting terkait virus HMPV ini. Berikut adalah fakta-fakta terkait virus HMPV yang perlu diketahui.
- Bukan Virus Baru
Human Metapneumovirus (HMPV) bukanlah virus yang baru ditemukan. Virus ini pertama kali dilaporkan dalam jurnal ilmiah Belanda pada Juni 2001. Sejak itu, HMPV ditemukan di berbagai negara, termasuk Norwegia, Rumania, Jepang, dan tentu saja, China. Prof. Tjandra menambahkan bahwa para peneliti menduga virus ini sudah ada puluhan tahun sebelum laporan pertama di 2001, yang berarti HMPV bukanlah virus baru yang baru muncul di China. - Berkaitan dengan AMPV
HMPV memiliki kaitan erat dengan AMPV (Animal Metapneumovirus) atau yang sebelumnya dikenal dengan nama Turkey Rhinotracheitis Virus (TRTV). Virus AMPV pertama kali ditemukan pada tahun 1978 di Afrika Selatan dan merupakan penyakit pada unggas. HMPV diperkirakan muncul sebagai hasil evolusi dari AMPV sub tipe C, yang sudah diketahui memiliki empat subtipe dari A hingga D. - Belum Ada Keadaan Darurat di China
Meski virus HMPV menyebar dengan cepat di China, hingga kini pemerintah China belum mengeluarkan pemberitahuan mengenai status keadaan darurat atau state of emergency terkait wabah ini. Pihak berwenang di China masih terus memantau situasi, meskipun jumlah kasus terus meningkat. - Berbeda dengan COVID-19
Penyebaran virus HMPV ini sempat mengingatkan banyak pihak akan situasi pandemi COVID-19 yang terjadi sebelumnya. Namun, Prof. Tjandra menjelaskan bahwa HMPV tidak dapat disamakan dengan COVID-19. Virus HMPV sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu, sementara COVID-19 merupakan varian baru dari virus corona. Gejala yang ditimbulkan oleh HMPV mirip dengan gejala COVID-19, seperti batuk, demam, dan nyeri dada. Namun, Prof. Tjandra menegaskan bahwa gejala tersebut tidak bisa dijadikan patokan untuk mendiagnosis HMPV, karena banyak infeksi saluran pernapasan lainnya yang menampilkan gejala serupa.
Prof. Tjandra juga menjelaskan bahwa peningkatan kasus HMPV di China tidak harus dikaitkan langsung dengan COVID-19. Mengingat musim dingin yang berlangsung di negara dengan empat musim tersebut, peningkatan infeksi saluran pernapasan merupakan hal yang wajar. Meski begitu, kita tetap harus waspada dan mengikuti perkembangan lebih lanjut mengenai wabah virus HMPV ini.
Komentar