Wilda, salah seorang warga setempat, menyebut bahwa air PDAM Tirtanadi mati sejak 27 November 2024, bertepatan dengan hari pencoblosan Pilkada serentak. “Air mati dari tanggal 27 bulan 11 pas hari Pemilu sampai sekarang tanggal 28 bulan 12. Sudah sekitar satu bulan air mati,” ujar Wilda, Sabtu (28/12/2024).
Untuk mencukupi kebutuhan air, Wilda harus membeli air galon dengan harga Rp 5 ribu per galon. “Satu hari itu perlu 20 galon, pengeluaran tiap hari semakin bertambah,” ucapnya.
Wilda juga mengungkapkan bahwa selama seminggu pertama, tidak ada bantuan air tangki dari PDAM Tirtanadi. Namun, saat ini tangki air sudah datang setiap dua hari sekali, meskipun warga harus berebut untuk mendapatkan air. “Sekarang air tangki Tirtanadi datang dua hari sekali. Itupun mamak-mamak di sini masih berantam karena sebagian tidak kebagian,” ujarnya.
Keluhan serupa disampaikan oleh Delvina, warga lain yang merasa terbebani karena memiliki anak kecil dan baru menjalani operasi. “Apalagi aku yang punya anak kecil habis operasi, nggak sanggup ngangkat air,” ungkapnya.
Delvina berharap agar air PDAM Tirtanadi segera mengalir kembali. Ia mengaku fisik dan finansialnya sangat terdampak oleh krisis air ini. “Harapannya cepat-cepatlah hidup air ini, soalnya badan dan kantong remuk,” tutupnya.
Masalah ini bermula dari banjir dan longsor di Sembahe, Deli Serdang, yang terjadi pada 27 November 2024. Akibatnya, distribusi air PDAM Tirtanadi terganggu di beberapa wilayah Medan dan Deli Serdang. Meski air sudah mengalir kembali di beberapa tempat, warga Pancur Batu masih harus menghadapi kesulitan air.
Komentar