Jakarta-BP: Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly meminta para kepala daerah untuk segera menginventarisasi dan mendaftarkan hak kekayaan intelektual komunal ke kementerian terkait.
Adapun hal ini disampaikan dalam diskusi yang digelar di sela Rapat Koordinasi bidang pariwisata tingkat nasional DPP PDI Perjuangan (PDIP), di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Minggu (22/12/2019).
Selain Yasonna, turut hadir Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wisnutama, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar.
“Jadi para kepala daerah cari spotnya dan daftarkan ke kita supaya jangan dicuri orang,” kata Yasona ketika menjadi pembicara.
Menurut dia, beragam budaya Indonesia dalam bentuk pengetahuan tradisional yang bisa dipatenkan dan menjadi modal dasar pembangunan nasional. Wujud hak kekayaan intelektual komunal itu adalah pengetahuan tradisional, ekspresi budaya tradisional, sumber daya genetik, dan indikasi geografis.
Dirinya mencontohkan, sumber daya genetik termasuk ikan-ikan lokal yang bisa mendukung industri kosmetik dan obat-obatan. Lalu jamu-jamuan yang jenisnya kaya tergantung wilayah di Indonesia.
“Jamu urat lah, sari rapat, jamu masuk angin. Ini kekayaan komunal yang harus didaftarkan,” kata pria asal Nias, Sumatera Utara itu.
Dia lalu memberi sejumlah contoh kasus soal pentingnya pendaftaran itu. Adalah seorang Desak Suarti, perajin perak asal Gianyar Bali yang menjual kerajinannya kepada seorang konsumen di luar negeri. Tanpa sepengetahuannya, konsumen ini mendaftarkan desain kerajinan perak itu.
“Beberapa waktu kemudian, Desak mengekspor namun dituduh melanggar TRIPs,” kata Yasona.
Atau perusahaan Shiseido asal Jepang yang pada 1995 hendak mempatenkan produk dengan menggunakan rempah Indonesia. Shiseido akhirnya membatalkannya karena dianggap melanggar hak komunal Indonesia. “Jadi kita harus menyadari hak kekayaan intelektual ini. Karena kita harus melindunginya,” lanjut dia.
Karenanya, masih kata Yasonna, para kepala daerah dari PDIP, yang juga hadir di acara itu, hendaknya mengawinkan hak komunal itu dengan turisme. Misalnya, sejumlah rempah lokal yang menjadi bahan pijat maupun spa, dimasukkan sebagai bagian dari paket wisata di daerah itu. Lalu didaftarkan ke Kemenkumham.
“Kekayaan intelektual kini sudah dikawinkan dengan turisme, dikawinkan juga dengan ekonomi kreatif. Beberapa negara sudah melakukan ini,” kata Yasona.
Setelah didaftarkan, harganya akan menjadi naik. Sebagai contoh, lada muntok dahulu dihargai cuma Rp30 ribu perkilogram. Setelah didaftarkan, harganya hingga Rp300 ribu perkilogram. Sebab produksinya hanya boleh di wilayah yang didaftarkan serta produksinya diawasi oleh negara.
Saat ini, baru ada 744 ekspresi budaya tradisional, 124 pengetahuan tradisional, 21 potensi indikasi geografis, 44 sumber daya genetik, 93 indikasi geografis terdaftar. “Masih sangat sedikit sekali. Jangan sesudah dicuri orang baru kita ribut. Mulai sekarang, mulailah bekerja,” ungkap Yasonna. (mdk/rel)
Komentar