Pada Selasa pagi, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS dibuka dengan merosot dipicu oleh sentimen terkait kebijakan suku bunga Amerika Serikat (AS), yang diperkirakan tidak akan mengalami penurunan dalam waktu dekat.
Pada awal perdagangan pagi, rupiah tercatat turun sebanyak 3 poin atau 0,02 persen menjadi Rp15.803 per dolar AS dari sebelumnya mencapai Rp15.800 per dolar AS.
Ariston Tjendra, seorang pengamat pasar uang, menyatakan, “Pelaku pasar masih mencermati sikap The Fed yang tidak akan terburu-buru memangkas suku bunga acuannya.” Hal ini disebabkan oleh data inflasi yang masih bertahan di atas level target 2 persen dan beberapa data ekonomi AS yang masih menunjukkan performa yang cukup positif.
Data terbaru yang dirilis mengenai perumahan AS menunjukkan bahwa jumlah izin membangun masih menunjukkan pertumbuhan dibandingkan bulan sebelumnya. Ini menandakan bahwa perekonomian AS masih dalam kondisi yang cukup solid dan mampu menahan inflasi pada level yang tinggi.
Di sisi lain, bank sentral China juga melakukan langkah dengan menyuntikkan likuiditas sebesar 150 miliar yuan melalui 7 day reverse repo pada pagi ini, setelah sebelumnya melakukan langkah serupa dengan besaran 50 miliar yuan. Langkah ini seharusnya memberikan sentimen positif untuk aset berisiko seperti rupiah. Pagi ini, indeks saham Asia juga mengalami kenaikan.
Dengan demikian, rupiah memiliki potensi untuk menguat terhadap dolar AS setelah sebelumnya mengalami pelemahan, yang kemungkinan menyentuh kisaran resisten sebesar Rp15.800 per dolar AS.
Ariston memprediksi bahwa terdapat potensi penguatan rupiah menuju kisaran Rp15.750 per dolar AS, dengan potensi pelemahan menuju kisaran Rp15.830 per dolar AS hingga Rp15.850 per dolar AS. Meskipun demikian, pasar tetap perlu waspada dan mengikuti perkembangan lebih lanjut terkait faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah.
Komentar