MEDAN BP – Kontroversi mengguncang SMA Negeri 8 Medan setelah Kepala Sekolahnya, Rosmaida Asianna Purba, dituduh menahan kelulusan seorang siswi kelas XI, MSF, sebagai balasan atas laporan orang tuanya terkait dugaan pungutan liar (pungli) di sekolah.
Rosmaida membantah tuduhan tersebut dengan tegas, mengklaim bahwa keputusan tidak meluluskan MSF didasarkan semata-mata pada kriteria kehadiran yang telah ditetapkan secara ketat oleh rapat pleno dewan pendidik.
“Kami memiliki ketentuan jelas terkait kelulusan siswa, termasuk kriteria kehadiran yang harus dipatuhi. MSF absen tanpa keterangan selama 34 hari dalam satu tahun ajaran, melebihi batas yang diizinkan dalam kebijakan Kementerian Pendidikan,” ujar Rosmaida dalam konferensi pers di SMA N 8 Medan.
Konflik mencapai puncaknya saat orang tua MSF, Choky Indra, melakukan protes keras di hari pembagian rapor, menuduh keputusan sekolah bermotivasi politis atas laporan pungli yang mereka ajukan.
Choky menegaskan bahwa MSF memiliki prestasi akademik yang baik dan melampaui Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dalam beberapa mata pelajaran, termasuk Pendidikan Agama Islam dan Prakarya.
“Saya melaporkan kepala sekolah atas dugaan pelanggaran hukum terkait pengelolaan dana sekolah. Ini merupakan bentuk balasan dari pihak sekolah,” ujar Choky sambil mengecam keputusan yang dinilai tidak adil terhadap anaknya.
Kasus ini mencuat setelah Polda Sumut menerima laporan resmi dari Choky terkait dugaan pungli di SMA Negeri 8 Medan, yang saat ini sedang dalam tahap penyelidikan.
Rosmaida juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap keterlibatan MSF dalam kasus ini, mengingat statusnya yang masih di bawah umur dan tujuan utamanya untuk belajar.
Kontroversi ini memicu reaksi luas dari masyarakat dan menjadi sorotan utama dalam dunia pendidikan di Medan. Kasus ini menunjukkan kompleksitas peraturan pendidikan dan tuntutan transparansi dalam pengelolaan sekolah.
Komentar