Jakarta-BP: Indonesia masih memiliki Pekerjaan Rumah alias ‘PR’ yang harus diselesaikan. Pendalaman pasar keuangan adalah kunci dari antisipasi gejolak ekonomi global.
Namun, kondisi fundamental Indonesia saat ini tidak bisa disamakan pada kondisi krisis 1997-1998 dan ‘Tapper Tantrum’ ketika terjadi di 2015.
“Indonesia harus memperdalam pasar keuangan. Saya setuju. Dan juga pasar surat utang,” kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam sebuah diskusi Asia Economic Outlook dalam pertemuan World Economic Forum (WEF) di Hanoi, Vietnam, Rabu (12/9/2018).
Ia menjelaskan, ketika menempuh sebuah kebijakan, Indonesia harus melihat beberapa pilar. Di antaranya, APBN dan Utang Luar Negeri.
Namun saat ini, ekonomi Indonesia lebih kuat. Secara fundamental-pun lebih baik dari tahun-tahun yang lalu.
“Kebijakan moneter, jika dilihat dalam tugasnya menjaga inflasi cukup baik. Inflasi di kisaran 3%. Sebelumnya inflasi Indonesia pernah mencapai 8%, maka inflasi terjaga.”
“Kemudian, NPL [rasio kredit macet] masih cukup terkendali. Berbeda dengan ketika itu NPL tinggi sektor komoditas dan saat ini jauh lebih bersih,” terang Sri Mulyani.
Yang menjadi fokus saat ini adalah defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit/CAD.
“Tapi itu bukan berarti sampai lewat dari 3% terhadap PDB. Bahkan CAD ini jauh lebih terkendali dari sejak tapper tantrum bahkan 1998 lalu,” tegasnya.
Sumber: Cnbc (JP)
Komentar