Konawe Selatan, HarianBatakpos.com – Kasus yang menimpa Supriyani, seorang guru honorer di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, terus menjadi sorotan. Supriyani, yang telah mengabdikan diri sebagai guru selama 16 tahun dengan gaji hanya Rp300 ribu per bulan,
Kini menghadapi somasi dari Pemerintah Daerah (Pemda) Konawe Selatan. Langkah ini ditempuh setelah Supriyani mencabut surat kesepakatan damai terkait kasus yang sedang berjalan, dilansir dari TRIBUNNEWS.COM.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulawesi Tenggara, Abdul Halim Momo, turut angkat bicara mengenai tindakan Pemda terhadap Supriyani. Menurut Halim, somasi yang dikeluarkan oleh Pemda merupakan langkah yang tidak semestinya dilakukan terhadap seorang guru honorer yang sudah lama mengabdi.
Mengapa Pemda Konawe Selatan Memberikan Somasi kepada Supriyani?
Kasus Supriyani bermula dari adanya surat kesepakatan damai yang ia buat bersama pihak terkait, termasuk Aipda WH. Namun, dalam perkembangannya, Supriyani memutuskan untuk mencabut surat tersebut setelah mempertimbangkan situasi secara matang.
Keputusan ini menjadi alasan bagi Pemda Konawe Selatan untuk mengeluarkan somasi terhadapnya. PGRI Sulawesi Tenggara menilai tindakan Pemda tersebut bisa menciptakan preseden buruk, terutama karena surat somasi dikeluarkan atas nama pemerintah daerah, bukan atas nama individu bupati.
Abdul Halim Momo menilai bahwa memberikan somasi kepada seorang guru honorer bukanlah langkah yang bijak dan akan menciptakan dampak negatif di kalangan masyarakat. “Saya kira akan menjadi preseden buruk nantinya karena disitu atas nama pemerintah daerah, bukan bupati,” ungkap Halim.
Harapan untuk Menyelesaikan Kasus Supriyani dengan Bijak
Dalam wawancara yang dilakukan, Halim menyampaikan harapannya agar Pemda dapat mempertimbangkan kembali langkah somasi dan lebih memilih untuk memberikan maaf kepada Supriyani. Menurutnya, memaafkan tindakan rakyatnya adalah langkah yang lebih mulia dan bijaksana. “Saya kira kalau memaafkan rakyatnya akan lebih mulia,” tegas Halim.
Kasus ini menyoroti perjuangan Supriyani dalam memperjuangkan haknya. Sebagai guru honorer yang berpenghasilan kecil, ia kini menghadapi tekanan yang tidak sebanding dengan kontribusinya selama 16 tahun sebagai pendidik.
Halim pun menekankan agar Pemda Konawe Selatan lebih memahami situasi yang dialami Supriyani, terlebih setelah kasusnya bergulir di persidangan. Dalam pandangan Halim, tidaklah logis bagi seorang guru honorer seperti Supriyani untuk mengecewakan pemerintah atau bupati, sehingga alasan di balik tindakannya perlu ditinjau lebih mendalam.
PGRI Sultra Meminta Pemda untuk Bijak Menyikapi Situasi
Dengan adanya kasus ini, PGRI Sulawesi Tenggara berharap Pemda Konawe Selatan dapat mengambil langkah-langkah yang lebih bijak dan manusiawi dalam menangani kasus Supriyani.
Organisasi ini mengingatkan bahwa penyelesaian masalah yang terlalu keras bisa berdampak pada semangat para guru yang telah mengabdi dengan tulus meski dengan keterbatasan gaji dan status.
Diharapkan, Pemda Konawe Selatan bisa mempertimbangkan kepentingan semua pihak dan mengambil langkah yang adil untuk menyelesaikan masalah ini.
Kasus ini juga menunjukkan betapa pentingnya peran para pemangku kepentingan dalam melindungi dan menghargai jasa para guru honorer yang telah lama berkontribusi bagi pendidikan anak bangsa.
Komentar