Aktivitas Manufaktur Indonesia Mengalami Kontraksi Beruntun di Bulan Oktober 2024

Aktivitas Manufaktur Indonesia Mengalami Kontraksi Beruntun di Bulan Oktober 2024
Aktivitas Manufaktur Indonesia Mengalami Kontraksi Beruntun di Bulan Oktober 2024

Jakarta, HarianBatakpos.com - Aktivitas manufaktur Indonesia lagi-lagi mengalami kontraksi pada bulan Oktober 2024. Kontraksi ini memperpanjang masa koreksi manufaktur Republik Indonesia menjadi empat bulan beruntun, yang menunjukkan perlunya perhatian serius terhadap kondisi industri saat ini.

Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini, Jumat (1/11/2024), menunjukkan bahwa PMI manufaktur Indonesia terkontraksi ke angka 49,2 pada bulan Oktober 2024. Angka ini tidak berubah dibandingkan dengan bulan September. Dengan angka di bawah 50, ini menandakan bahwa sektor manufaktur Indonesia sedang mengalami kontraksi.

Namun, data tersebut juga menunjukkan bahwa PMI Manufaktur Indonesia telah mengalami kontraksi selama empat bulan berturut-turut, yaitu pada bulan Juli (49,3), Agustus (48,9), September (49,2), dan Oktober (49,2). Kontraksi selama empat bulan beruntun ini mempertegas fakta bahwa kondisi manufaktur di Indonesia kini sangat buruk dan memerlukan penanganan yang tepat.

Terakhir kali Indonesia mencatat kontraksi manufaktur selama empat bulan beruntun adalah pada awal pandemi Covid-19 di tahun 2020, ketika aktivitas ekonomi dipaksa untuk berhenti demi mengurangi penyebaran virus. Pada awal pandemi, PMI juga mengalami kontraksi empat bulan berturut-turut antara April hingga Juli 2020.

Kontraksi PMI Manufaktur selama periode Juli-Oktober 2024 menjadi awal yang berat bagi Presiden Prabowo Subianto, yang baru dilantik pada tanggal 20 Oktober. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula, di mana angka di atas 50 menunjukkan fase ekspansi, sementara angka di bawah itu menunjukkan kontraksi.

S&P menjelaskan bahwa manufaktur Indonesia mengalami penurunan marginal, dengan output, pesanan baru, dan tambahan lapangan pekerjaan yang semakin melemah. Kondisi ini mencerminkan lesunya pasar manufaktur dan tenaga kerja yang ada saat ini. Tumpukan pekerjaan berkurang karena beban perusahaan dalam produksi menurun menyusul berkurangnya pesanan, dan stok barang meningkat selama empat bulan berturut-turut.

Yang lebih mengkhawatirkan, keyakinan terhadap prospek ekonomi ke depan juga turun ke level terendah dalam empat bulan. "Manufaktur Indonesia terus menunjukkan kinerja yang lesu pada bulan Oktober, dengan produksi, pesanan baru, dan lapangan pekerjaan semuanya mengalami penurunan marginal sejak bulan September," tutur Paul Smith, Direktur Ekonomi di S&P Global Market Intelligence, dalam situs resminya.

Dia menambahkan bahwa pelaku bisnis melihat aktivitas pasar tidak memuaskan, terutama akibat ketidakpastian geopolitik yang menyebabkan kewaspadaan dan ketidakaktifan di antara klien. Inflasi biaya perusahaan juga mengecil bahkan di bawah tren historisnya, berkat kondisi pasar yang lesu.

"Perusahaan berharap bahwa kondisi operasional akan membaik di tahun mendatang dan berharap mendapatkan manfaat dari lingkungan makroekonomi yang lebih stabil untuk membantu memperluas aktivitas bisnis mereka dalam beberapa bulan mendatang," imbuh Paul. Dalam catatan S&P, produksi dan pesanan baru mengalami penurunan pada bulan Oktober, sehingga memperpanjang tren penurunan menjadi empat bulan.

Daya Beli Melemah, PHK Bertambah

Permintaan pasar yang lesu juga menjadi catatan khusus bagi pelaku usaha. Mereka melaporkan bahwa daya beli klien semakin menurun. "Hal ini umum terjadi baik di pasar domestik maupun internasional, dengan ketidakpastian geopolitik yang menyebabkan penurunan pesanan ekspor baru selama delapan bulan berturut-turut," tulis S&P dalam laporannya.

Bisnis yang lesu menyebabkan perusahaan mengurangi jumlah pekerja di pabrik mereka. Ini adalah ketiga kalinya dalam empat bulan terakhir perusahaan mengurangi karyawan. Meskipun ada penurunan tenaga kerja, tumpukan pekerjaan menurun untuk bulan kelima berturut-turut, bahkan menjadi yang tercepat sejak Januari 2021. Perusahaan dapat mengelola beban kerja dengan baik.

Aktivitas pembelian juga terus menurun selama empat bulan beruntun akibat lemahnya pesanan. Sejalan dengan menurunnya permintaan, ketersediaan stok meningkat di pemasok, dan perputaran pesanan lebih cepat selama bulan Oktober. Inflasi biaya sementara melandai selama bulan Oktober ke level terendah sejak Agustus 2023, meskipun terdapat kenaikan harga sejumlah bahan makanan karena persoalan panen yang terganggu.

"Tingkat inflasi secara keseluruhan tetap signifikan, dan menyebabkan beberapa produsen menaikkan tarif mereka meskipun hanya secara marginal dan di bawah rata-rata," tulis S&P. Pelaku bisnis masih melihat prospek yang positif meskipun ada penurunan signifikan. Keyakinan bisnis kini berada di tingkat terendah dalam empat bulan serta di bawah angka historisnya.

"Perusahaan berharap akan ada stabilisasi kondisi pasar dan pengurangan ketidakpastian geopolitik dalam beberapa bulan mendatang," tutup S&P.

Penulis: Affif Dwi As'ari

Baca Juga