Anemia Defisiensi Besi: Ancaman Tersembunyi bagi Ibu Hamil dan Anak

Medan, Harianbatakpos.com - Ibu hamil dan anak merupakan kelompok yang rentan terhadap anemia defisiensi besi.
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2018, sebanyak 1 dari 3 anak berusia balita mengalami anemia. Tanpa penanganan yang baik, anemia dapat berdampak negatif dalam jangka panjang.
Bagi sebagian orang, anemia tidak dianggap sebagai masalah serius. Padahal, kondisi ini bisa menjadi indikasi kurang gizi yang harus segera diperbaiki, terutama pada kelompok yang rentan.
"Anemia pada perempuan bisa menjadi sebuah siklus. Anemia pada kehamilan bisa menyebabkan anak yang dilahirkan juga rentan anemia, di mana setelah anak itu remaja lalu jika ia seorang perempuan dan dewasa, menjadi ibu yang juga anemia," papar dr. Rima Irwinda Sp.OG dalam acara diskusi memperingati Hari Defisiensi Besi Sedunia di Jakarta (26/11/2024) dilansir dari pafisofifi.org.
Pada ibu hamil, anemia dapat meningkatkan risiko preeklamsia dan perdarahan pasca salin, sedangkan janin berisiko lahir prematur, pertumbuhan janin terhambat, berat badan lahir rendah, dan infeksi perinatal.
"Jangan menganggap enteng anemia karena hanya menganggap ini hanya kadar Hb rendah, padahal konsekuensinya banyak," tegas dr. Rima.
Anemia defisiensi besi pada anak juga berpotensi menghambat kecerdasan, perkembangan motorik, sensorik, dan sosial anak.
"Zat besi sangat penting dalam menopang produksi sel saraf otak. Cadangan besi yang kurang juga bisa memengaruhi hormon pertumbuhan anak," kata Prof. Rini Sekartini Sp.A.
Suplementasi zat besi menjadi sangat penting selama kehamilan dan untuk anak-anak. Di Indonesia, di mana prevalensi anemia tinggi, suplementasi zat besi harus dilanjutkan hingga 3 bulan setelah melahirkan.
Deteksi dini dan edukasi mengenai anemia oleh tenaga kesehatan, terutama bidan, sangat vital untuk mencegah dampak negatif yang lebih serius.
Komentar