Dewan Pers Berdiri Dengan Kepres, Apa Urusan Dengan UU Pers ?
Oleh: Franki Manalu
Medan-BP: Sejauh mana kewenangan Dewan Pers dalam mengimplementasikan UU Pers No 40 Tahun 1999.
Demikian pertanyaan Ketua Media Organisasi Syber Indonesia, (MOSI) Franki Manalu terhadap uraian penjelasan Dewan Pers yang menyatakan hanya 7 organisasi pers yang resmi dan diakui di Negara Republik Indonesia ini.Kemudian apa yang menjadi regulasi dari penerapan UU Pers No 40 Tahun 1999 ? Apakah aturan dan turunannya yang lazim seperti Perpu, PP, Permen, Perda, Perwal/ Perkab, lanjut Franki bertanya.
Menurut Franki Manalu saat diwawancarai harianbatakpos.com, Senin (19/8/2019) berpendapat, bahwa Dewan Pers dapat legitimasi hanya dengan Kepres dan jangkauan tersebut di gunakan untuk eksekutor dari UU Pers No 40 1999 ?
Wah, ini cukup aneh karena setiap UU dan termasuk dengan UU Pers adalah hasil prodak eksekutif dan legislatif yang mana dalam penerapannya harus dengan aturan beserta turunannya. Tapi apa yang terjadi? 20 tahun sudah UU Pers tanpa ada regulasinya dan abadi sampai selamanya bila kita tidak berusaha uji materi atas UU ini!!
Kesimpulannya sederhana saja, lanjut Franki menjelaskan, bila Dewan Pers merasa Kepres sudah cukup untuk menjadi eksekutor dari UU Pers 1999 maka dari pada itu kita harus menggugat Kepres tersebut dan demi keadilan dan keteraturan harus di batalkan.
Dengan hal tersebut di lakukan maka ada kesempatan kita duduk bersama untuk membahas kemajuan Pers secara objektif tanpa intervensi.
Kita sudah seharusnya sadar bahwasanya UU Pers yang pelaksanaannya tanpa ada audit, pengawasan, dan bila para Dewan Pers terhormat mendapat dana dari pemerintah siapa lembaga yang berkewenangan mengauditnya? Bila mereka melakukan kesewenangan dan penyalahgunaan wewenang (abause power) komisi atau lembaga mana yang berwenang untuk menindaknya?
Kita negara hukum dan harus bertindak sesuai mekanisme aturan yang ada, jangan dirikan negara dalam negara!!!
Empat pilar dalam sistem tatanan bangsa ini, bila eksekutif, legeslatif, dan yudikatif adalah satu kesatuan dalam programnyam maka Pers dan organ masyarakat lainnya sebagai kontrol sosial. Menjadi pertanyaannya di mana posisi Dewan Pers yang terhormat di antara ke empat pilar tersebut?.....krik...krik.....krik.... (dendang jangkrik)
Sudah saatnya Pers ada sebagai penyeimbang bukan menjadi sparing patner pemerintah, karena negara ini berdasarkan Demokrasi bukan negara Otoriter.
Seperti dikutip Dewan Pers menjelaskankan hanya ada 7 organisasi pers yang sah dan diakui. Ke tujuhnya sudah menjadi konstituen Dewan Pers. Yakni ;
1. Serikat Perusahan Pers (SPS)
2. Perusahan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI)
3. Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI)
4. Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI)
5. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
6. Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) dan
7. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)
Dikutip dari berbagai sumber, Sabtu (17/08/2019), Dewan Pers baru-baru ini mengeluarkan surat edaran resmi terkait protes sejumlah orang yang mengatasnamakan wartawan, organisasi wartawan maupun organisasi pers kepada sejumlah lembaga negara. Surat edaran resmi itu bernomor 371/DP/K/VII 2018 tertanggal 26 Juni 2018.
Di luar surat edaran itu, Dewan Pers menyatakan tidak mengakui adanya organisasi pers selain dari 7 organisasi tersebut. Dalam surat edaran yang ditandatangani Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo dijelaskan organisasi yang tidak diakui di antaranya Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia(IPJI), Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI), Ikatan Media Online (IMO), Jaringan Media Nasional (JMN), Perkumpulan Wartawan Online Independen (PWOI) Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Aliansi Wartawan Anti Kriminalisasi (AWAK) dan lain-lain.
Kelompok ini dijelaskan Dewan Pers, dengan mengatasnamakan wartawan tengah melobi dan meminta beraudensi dengan sejumlah kementerian dan lembaga dan juga sejumlah instansi. Dewan Pers mengimbau untuk tidak memberikan panggung pada kelompok ini. Karena dengan memberikan kesempatan dan panggung kepada mereka ini maka para penunggang gelap kebebasan pers Indonesia jumlahnya akan membesar.
Surat edaran Dewan Pers tersebut ditujukan kepada Menteri Sekretaris Negara, Menteri Koordinator Polhukam, Menteri Komunikasi dan lnformatika, Menteri Dalam Negeri, Panglima Tentara Nasional Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional, Para Pimpinan BUMN/BUMD, Para Karo Humas dan Protokoler Pemprov, Pemkab, Pemkot se-Indonesia, Para Pimpinan Perusahaan Di Jakarta atau Indonesia.
Surat edaran ini ditembuskan ke 7 organisasi Pers yakni Serikat Perusahan Pers (SPS) Perusahan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI),Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aliasi Jurnalis Indonesia (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).
Masih disebutkan dalam isi surat edaran, tercatat hingga kini wartawan yang telah lulus mengikuti Ujian Kompetensi Wartawan (UKW) di Dewan Pers berjumlah lebih dari 12.000 wartawan. Ujian dilakukan oleh 27 lembaga penguji yang terdiri dari perguruan tinggi, lembaga pendidikan, organisasi pers PWI, AJI dan IJTI.
Kemudian dalam surat edaran tersebut Dewan Pers berharap program uji kompetensi akan menihilkan praktik abal-abal oknum wartawan yang selama ini berada di Indonesia. Sejauh ini, Indonesia diketahui negara dengan jumlah paling banyak di dunia pengguna media/syber yakni 43.300 media online. Sementara, memenuhi syarat sebagai perusahan pers sebanyak 2.200, dan hanya 7 persen yang memenuhi standar profesional.
Di Indonesia, orang mudah mendirikan media bukan dengan tujuan jurnalistik yaitu, memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi. Akan tetapi, media sengaja didirikan sebagai alat untuk memudahkan melakukan pemerasan kepada orang, pejabat, pemerintah daerah maupun perusahaan.
Komentar