Dolar AS Perkasa, Emas Merana

Three large gold bars on many dollar bills

Jakarta-BP: Harga emas dunia bergerak turun sepanjang pekan lalu. Keperkasaan dolar Amerika Serikat (AS) membuat harga si logam mulia sulit menanjak.

Sepanjang pekan lalu, harga emas dunia turun 0,62% secara point-to-point. Emas memang menjalani periode berat tahun ini, di mana sejak awal Januari sudah anjlok 9,59%.

Harga emas memang sangat berhubungan dengan dinamika greenback karena komoditas ini dibanderol dalam dolar AS. Ketika dolar AS menguat, maka harga emas menjadi mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Harga yang mahal akan menyurutkan minat investor, permintaan turun, sehingga harga bergerak ke bawah.

Sepekan ini, dolar AS memang tak tertandingi. Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) melesat hingga 1,02%.

Memang ada cukup alasan untuk memburu dolar AS. Pertama adalah semakin tingginya tensi perang dagang AS vs China dan sepertinya belum ada penyelesaian yang jelas dalam waktu dekat.

Awal pekan ini, AS mengenakan bea masuk bagi importasi produk China senilai US$ 200 miliar. Langkah ini mengundang reaksi China, yang membalas dengan pengenaan bea masuk bagi impor produk AS senilai US$ 60 miliar.

Sedianya AS mengajak China untuk melakukan perundingan dagang. Namun Beijing menolak ajak Washington. Bahkan China menuding AS melakukan penindasan dagang (trade bullyism) dengan ancaman bea masuk untuk mendapatkan keinginannya.

Perang dagang yang berkecamuk tanpa solusi membuat pelaku pasar cemas. Maklum, saling hambat perdagangan antara dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia tentu akan mempengaruhi arus dagang dan pertumbuhan ekonomi global.

Lembaga pemeringkat Fitch Ratings memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2019 sebesar 3,1%. Melambat dibandingkan tahun ini yang diperkirakan 3,3%. Penyebab perlambatan ini adalah perang dagang AS vs China yang mempengaruhi rantai pasok (supply chain) global.

Akibatnya, investor pun memilih bermain aman karena tingginya risiko dan ketidakpastian ekonomi dunia. Aset-aset aman menjadi incaran, dan pilihan utamanya adalah dolar AS.

Faktor kedua adalah keputusan The Federal Reserve/The Fed yang menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) menjadi 2-2,25%. Tidak berhenti sampai di situ, The Fed diperkirakan kembali menaikkan suku bunga pada Desember.

Kenaikan suku bunga acuan akan meningkatkan imbalan investasi (terutama di instrumen berpendapatan tetap) di AS. Dilandasi pencarian cuan, investor kembali merapat ke AS. Permintaan dolar AS yang meningkat membuat mata uang ini semakin mahal alias menguat.

(CnbcIndonesia) BP/JP

Penulis:

Baca Juga