Ekonomi Indonesia 2025 Diprediksi Tumbuh, Sektor Perbankan dan Konsumsi Jadi Pendorong Utama

Jakarta, HarianBatakpos.com - Chief Economist PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumua memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 4,8 persen hingga 5 persen pada 2025. Meskipun menghadapi berbagai tantangan global dan domestik, fundamental ekonomi Indonesia tetap kuat, didorong oleh kebijakan pemerintah dan pertumbuhan populasi produktif.
Kebijakan ekonomi Indonesia yang mendukung investasi dan daya beli masyarakat dinilai menjadi faktor utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi tahun ini. Program strategis pemerintah seperti kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) diperkirakan meningkatkan likuiditas dalam negeri serta menopang stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“Kebijakan dan program pemerintah dapat memberikan daya ungkit yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujar David dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.
Sejumlah sektor seperti properti, transportasi, logistik, makanan, minuman, hingga kemasan diperkirakan akan terdorong oleh kebijakan ekonomi Indonesia yang pro-investasi. Sektor-sektor ini akan memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2025.
“Tentu yang berhubungan dengan properti, perumahan, ini banyak sekali subsektornya yang berkaitan dengan itu dan diperkirakan bergerak positif. Kemudian ada sektor makanan dan minuman serta subsektor turunannya, termasuk sektor transportasi, logistik, packaging, dan kemasan yang juga akan terpengaruh positif,” tambahnya.
Menurut David, ekonomi Indonesia yang berbasis konsumsi (consumer-driven economy) akan mendapat dorongan dari meningkatnya jumlah penduduk produktif yang tumbuh rata-rata 3 persen per tahun. Hal ini berpotensi meningkatkan daya beli masyarakat serta menarik investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) ke sektor manufaktur yang menyerap banyak tenaga kerja.
“[Consumer-driven sector] masih akan bagus. Tapi akselerasi pertumbuhan ini membutuhkan katalis baru untuk mendorong daya beli masyarakat lebih kuat. Kuncinya adalah FDI masuk ke sektor-sektor yang banyak menyerap tenaga kerja, terutama manufaktur. Jika FDI bisa masuk ke sektor ini, maka daya beli masyarakat akan meningkat lebih signifikan,” terangnya.
Meskipun optimistis, David tetap mengingatkan bahwa ekonomi Indonesia pada semester I 2025 masih menghadapi ketidakpastian global, termasuk risiko geopolitik, fluktuasi nilai tukar rupiah, serta potensi kebijakan proteksionis dari Presiden AS Donald Trump.
“Uncertainty global masih cukup tinggi, tetapi tetap ada beberapa katalis yang membuat kita optimis. Misalnya, ada kebijakan ekonomi pemerintah yang cukup breakthrough,” ujar David.
Sementara itu, Head of Research BCA Sekuritas Andre Benas menyampaikan optimisme terhadap pasar modal Indonesia. Ia memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi rebound ke level 7.200 – 7.700 pada 2025, dengan sektor perbankan sebagai pendorong utama pertumbuhan pasar saham.
“Kalau ditanya sektor yang paling berpotensi tumbuh, maka financial services, khususnya perbankan, tetap menjadi sektor utama yang mendorong pertumbuhan,” kata Andre.
Dalam kondisi pasar yang masih fluktuatif, Andre mengingatkan investor ritel untuk tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan investasi. Ia menyarankan agar mempertimbangkan faktor fundamental sebelum menempatkan modal di instrumen keuangan seperti reksa dana pasar uang, obligasi ritel, atau investasi di sektor saham dengan fundamental kuat.
“Pilihan investasi tergantung pada risk appetite masing-masing. Yang menarik saat ini adalah money market dan obligasi ritel yang menawarkan imbal hasil tertinggi dalam beberapa tahun terakhir,” tutupnya.
Komentar