Harga Kebutuhan Pokok Naik Karena Permainan Mafia

Ekonom Senior Rizal Ramli menyambangi pedagang tradisional di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (6/8)

JAKARTA-BP: Ekonom Senior Rizal Ramli menyambangi pedagang tradisional di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (6/8). Turun dari mobil pribadinya, pria yang karib disapa RR itu langsung disambut oleh para pedagang.

RR lantas menyambangi satu per satu lapak para pedagang. Mulai dari pedagang daging, ayam potong, sayur mayur, telur, dan beras.

"Harga daging ayam potong bagaimana? Sudah turun?” tanya RR kepada salah satu pedagang ayam.

Kepada RR, Sunarto, pedagang ayam, mengakui, harga daging ayam sudah mulai turun, namun tidak terlalu signifikan.

"Sudah turun dari Rp 35 ribu per ekor jadi Rp 34 ribu ekor. Tapi turunnya itu juga nggak langsung," tutur Sunarto.

Meski harga sudah mulai turun, Sunarto dan para pedagang tetap mengeluhkan omset penjualan sekarang yang tidak sebagus dibandingkan dengan beberapa tahun belakangan. Ia merasa daya beli masyarakat berkurang.

"Omset kita masih turun juga Pak, karena pembeli jarang. Mungkin uangnya susah," tukas Sunarto.

"Banyakan berdagang warung 30 ekor, 40 ekor. Dua tahun ini nggak pernah murah. Murahnya dulu Rp 25 ribu. Tahun ini malah sampai Rp 35 ribu," tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, RR mengatakan, penurunan harga kebutuhan pokok sifatnya sementara, kalau sistemnya tidak dibenahi.

“Kami bersyukur bahwa harga turun, tetapi kita tidak cukup hanya dengan itu, karena kapan-kapan bisa naik lagi, sebab sistemnya yang membuat harga itu mahal. Sistemnya itu adalah sistem kuota. Misalnya, di gula ada importir kuota yang bertindak seperti mafia, impor bawang, impor cabe impor daging dan sebagainya," ujar RR.

Para mafia komoditi yang menguasai kuota impor itu, sambung RR, secara otomatis bisa memainkan harga di pasar dalam negeri, sehingga setiap saat harga bisa naik.

"Jadi, kita jangan tertipu dengan mengatakan harga udah turun, terus kita diam aja. Karena kalau mereka putuskan naikin harga, maka harga bawang dan ayam dan sebagainya," tuturnya.

Oleh karena itu, RR menyarankan, sistem kuota harus diubah jadi sistem tarif.

"Semua orang bisa impor, yang penting bayar tarif agar petani kita juga dilindungi. Tapi, hal begini belum dilakukan karena pejabat masih pat-pat gulipat kongkalikong dengan pengusaha kartel," pungkas RR.

Sumber: Merah putih (ES)

Ilustrasi

Penulis:

Baca Juga