Inflasi Tahunan September 2024 Capai 1,84 Persen
Jakarta, HarianBatakpos.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan (year-on-year/yoy) pada bulan September 2024 sebesar 1,84 persen. Kenaikan ini menunjukkan adanya peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 104,02 pada September 2023 menjadi 105,93 pada September 2024.
Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan hal tersebut dalam konferensi pers yang diadakan di Jakarta pada Selasa.
Berdasarkan kelompok pengeluaran, sektor makanan, minuman, dan tembakau mencatat inflasi tertinggi sebesar 2,57 persen dengan kontribusi sebesar 0,73 persen terhadap total inflasi.
Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi adalah beras, yang menyumbang 0,23 persen, diikuti oleh sigaret kretek mesin (SKM) dengan 0,13 persen, dan kopi bubuk sebesar 0,09 persen.
Selain itu, gula pasir memberikan kontribusi 0,06 persen, diikuti oleh cabai rawit (0,05 persen), minyak goreng, sigaret kretek tangan (SKT), dan sigaret putih mesin (SPM), masing-masing menyumbang 0,04 persen. Beberapa komoditas lain seperti bawang putih dan kentang masing-masing memberikan andil sebesar 0,03 persen dan 0,02 persen.
Di sisi lain, beberapa komoditas justru memberikan andil deflasi year-on-year, antara lain tomat (0,08 persen), cabai merah (0,07 persen), daging ayam ras (0,04 persen), serta telur ayam ras dan ikan segar, yang masing-masing berkontribusi sebesar 0,02 persen.
Berdasarkan komponen, inflasi inti secara tahunan mengalami peningkatan dari bulan sebelumnya, yakni menjadi 2,09 persen pada September 2024 dari 2,02 persen pada Agustus 2024. Komoditas yang memberikan andil inflasi pada September 2024 di antaranya adalah emas perhiasan, kopi bubuk, gula pasir, nasi dengan lauk, dan minyak goreng.
Tekanan inflasi tahunan pada komponen yang diatur pemerintah juga menunjukkan penurunan, menjadi 1,40 persen dari 1,68 persen. Kontribusi inflasi tertinggi berasal dari sigaret kretek mesin (SKM), sigaret kretek tangan (SKT), sigaret putih mesin (SPM), dan tarif angkutan udara.
Sementara itu, tekanan inflasi pada komponen bergejolak mengalami penurunan yang signifikan menjadi 1,43 persen dari 3,04 persen, dengan andil inflasi terbesar berasal dari beras, cabai rawit, dan bawang putih.
Dari segi regional, seluruh provinsi di Indonesia mengalami inflasi. Inflasi tertinggi tercatat di Papua Pegunungan sebesar 4,14 persen, diikuti oleh Papua Tengah (3,83 persen), Sulawesi Utara (3,66 persen), Maluku Utara (3,56 persen), dan Papua Barat (2,91 persen).
Komentar