Ini Kata Rizal Ramli Jika Jokowi Tak Stop Impor Beras
Jakarta-BP: Mantan Menko Perekonomian era Gus Dur, Rizal Ramli, menyatakan Joko Widodo bisa kalah di Pilpres 2019 jika tak membatalkan rencana impor beras sebanyak 2 juta ton yang dilakukan Kementerian Perdagangan, Januari 2019. Sebab, katanya, rakyat akan marah dan kecewa dengan kebijakan tersebut.
"Emang Pak Jokowi bisa kepilih lagi jadi presiden kalau begitu [mengizinkan impor 2 juta ton beras]? Belum tentu lho. Rakyat marah itu nanti," ujar Rizal di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (20/9).
Menurutnya, rencana tersebut harus dibatalkan karena stok beras Perum Bulog masih aman. Tak hanya itu, cuaca tahun lalu dan tahun ini yang banyak mengalami hujan juga membuat panen di mayoritas wilayah di Indonesia berjalan sesuai rencana.
Jika kebijakan itu dilaksanakan, Rizal menyebut Perum Bulog tidak dapat membeli hasil panen petani karena stok beras impor berlebihan. Tak hanya itu, kebijakan itu juga bisa membuat petani tidak mendapat insentif karena beras miliknya tidak laku.
Di sisi lain, Rizal menyarankan Jokowi merubah sistem impor beras dan bahan pangan lain, dari kuota menjadi tarif. Sebab, ia menyebut sistem kuota membuat Indonesia ketergantungan untuk mengimpor beras dan sangat menguntungkan kartel.
"Sudah saatnya kita hentikan sistem kuota ini, ganti tarif," ujarnya.
Sistem Tarif
Saat menjabat Menko Kemaritiman di Kabinet Kerja Jokowi-JK, Rizal mengaku sudah mengusulkan sistem tarif tersebut kepada Jokowi dalam rapat kabinet. Namun, usulan itu tidak terlaksana. Padahal, akunya, Jokowi sudah setuju dan memerintahkan menteri terkait untuk menerapkan sistem tarif tersebut.
Ia menduga usulan itu tidak terlaksana karena menteri di kabinet lebih loyal kepada parpol.
"Presiden Jokowi mengatakan 'saya setuju sekali dengan saran Menko Maritim Doktor Rizal Ramli. Saya minta para menteri bidang ekonomi segera mengubah sistem kota menjadi tarif," ujar Rizal.
Terkait sistem tarif, Rizal menuturkan semua pihak bisa mengimpor beras asalkan membayar tarif impor sebesar 25 persen. Dengan sistem itu, ia menyebut harga beras secara otomatis turun menjadi 75 persen.
Ia juga menyebut sistem tersebut membuat pengeluaran konsumen dari golongan menengah berkurang 25 persen. Akibat pengurangan pengeluaran itu, kata dia, dapat membuat daya beli meningkat dan mempercepat pemulihan ekonomi.
"Ibu rumah tangga golongan menangah yang kalau belanja sehari-hari Rp200 ribu, dia tidak usah Rp200 ribu, cukup Rp150 ribu. Nah Pak Jokowi kalau lakukan itu sama artinya kasih uang Rp50 ribu. Dikali satu bulan sama dengan memberi Rp1,5 juta," ujarnya.
Keuntungan Kartel
Ia menambahkan kartel biasanya melakukan impor saat panen terjadi. Akibat hal itu, harga beras petani menjadi anjlok.
Rizal menyatakan kartel mendapat untung triliunan rupiah karena sistem impor berbasis kuota. Sebab, harga beras di luar negeri jauh lebih murah dari harga di Indonesia.
Ia menyebut selisih harga beras di Indonesia dan luar negeri bisa mencapai Rp3 ribu. Setiap Rp1.000, kata dia, kartel mendapat untuk sebesar Rp1 triliun.
"Selisih seribu perak itu Rp1 triliun. Dua ribu, dua triliun. Hitung saja untungnya [jika selisih Rp3 ribu]," ujar Ramli.
Tujuan impor dilakukan saat panen, kata dia, juga untuk mencegah petani menambah produksi.
"Begitu panen lewat, impor dikurangi, harga naik. Keuntungannya di situ, berlipat ganda. Ini kejam sekali," cetus Rizal. (Cnn/JP)
Komentar