JK Tangkis Serangan Prabowo soal ‘Menteri Pencetak Utang’

Jakarta-BP: Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) membela Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait pernyataan calon presiden Prabowo Subianto yang menyebut menkeu sebagai menteri pencetak utang. Menurut JK, bukan jumlah utang yang harus disoroti melainkan kemampuan untuk membayar utang tersebut.

Sejak masa kepemimpinan Presiden Soeharto, Abdurrahman Wahid, hingga Megawati Sukarnoputri, JK mengklaim pemerintah selalu mampu membayar utang.

"Yang penting itu bukan jumlahnya, tapi dapat dibayar atau tidak. Dari pengalaman sejak pemerintahan Pak Harto, Ibu Mega, Pak Gus Dur itu semua bisa dibayar utang yang ada. Kecuali saat krisis (1998) karena dibantu IMF," ujar JK di kantor wakil presiden Jakarta, Selasa (29/1).

JK mengatakan persoalan utang sejatinya menjadi urusan semua negara. Dia berkata tidak ada negara yang tidak berutang. Ia mencontohkan Jepang yang berutang ke lembaga-lembaga yang ada di negeri matahari terbit itu. Sementara Amerika Serikat berutang dengan cara mencetak uang.

"Kita tentu karena tidak banyak lembaga-lembaga kalau defisit juga kan ditalanginya dengan utang," katanya.

JK memastikan bahwa utang di masa pemerintahan saat ini masih mampu diatasi dengan baik. Hal ini diukur dari pembayaran utang yang tidak pernah melewati tenggat jatuh tempo.

"Tidak ada kan utang kita yang tidak kita bayar. Kalau kemudian kita pinjam lagi itu cara pengelolaan keuangan," ucap JK.

Dalam orasi politiknya di TMII pada Sabtu (25/1) lalu, Prabowo menyatakan bahwa menteri keuangan lebih pantas disebut sebagai menteri pencetak utang. Ia menyebut bahwa menteri keuangan selama ini bangga untuk berutang namun pihak lain yang diminta membayar.

Menanggapi pernyataan itu, pihak Kemenkeu mengatakan bahwa Prabowo telah menciderai perasaan pegawai Kemenkeu. Sebagai institusi negara, Kemenkeu menyebut tidak sepantasnya ada pihak yang menghina.

Sementara itu Sri Mulyani menyebut volume penambahan jumlah utang Indonesia sejauh ini masih logis dibanding skala ekonomi nasional. Apalagi, utang ditarik dalam kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang masih defisit.

"Kalau nominal defisit APBN selalu ada, maka nominal (utang) akan bertambah," ucap Sri Mulyani, Selasa (29/1).

(CnnIndonesia) BP/JP

Penulis:

Baca Juga