Kasus Eks HGU PTPN II Menggurita

Medan-BP: Sejak pemerintahan Orde Baru (Orba), praktik mafia tanah di Sumut khususnya lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II sudah menggurita.
Seolah konflik tanah di negeri ini sengaja dibiarkan untuk menindas rakyat kecil. Dengan demikian, para kapitalis leluasa merampok dan menguasai tanah rakyat atau eks lahan perkebunan yang telah lama dihuni para wong cilik.
"Karena itu, Presiden RI Joko Widodo diminta supaya bersikap arif dan bijaksana menuntaskan persoalan tanah yang serba kompleks di negeri ini terutama di Sumatera Utara (Sumut) mengingat para mafia tanah yang semakin menindas rakyat," kata Wakil Ketua Kelompok Tani (Koptan) Sumut, Tao Mindoana kepada harianbatakpos.com, Selasa(17/7)
Menurut Mindoana, bila persoalan ini tidak diambil-alih pemerintah pusat, maka para pengusaha hitam/mafia tanah akan semakin merajalela menindas rakyat kecil serta menguasai tanah negara secara ilegal. Sehingga pada akhirnya rakyat kecil akan menjadi korban penindasan, intimidasi, teror dan penggusuran.
Disebutkan, saat ini sedikitnya 5.873 hektar lahan eks HGU PTPN II telah jatuh ke tangan para mafia tanah yang diperoleh secara ilegal. Artinya, tanah itu diperoleh dengan cara kekerasan, merampas dan mencaplok dari rakyat dengan memperalat preman atau penguasa daerah.
Sangat luar biasa persoalan tanah di Sumut hingga berpuluh-puluh tahun tak kunjung tuntas diselesaikan. Pemerintah khususnya Pemprovsu bagai tak berdaya menyelesaikan. "Coba bayangkan, lahan eks HGU seluas 5.873 hektar sejak 2002 hingga saat ini terus menjadi sumber konflik horijontal di tengah masyarakat Sumut," ujar Tao Mindoana yang juga Ketua Umum Koptan Berjuang Murni Deliserdang itu.
Mindoanan menegaskan, sejak era pemerintahan HT Rizal Nurdin lahan seluas 5.873 yang dimohonkan kepada pemerintah pusat(Kemeneg BUMN) himgga saat ini tak jelas juntrungnya.
Dapat dipastikan lahan eks HGU PTPN II seluar 5.873 hektar itu sudah tak jelas lagi statusnya. Karena 80 persen ahan tersebut sudah jatuh ke tangan para mafia. Buktinya, sudah puluhan pengusaha real estate mendirikan perumahan mewah yang dilengkapi dengan izin dari instansi terkait.
Sementara rakyat kecil yang hanya memperjuangkan tapak rumah saja terus merasa terancam gusur, intimidasi dan terorot dari kelompok mafia dengan memperalat kekuatan preman. Ironisnya, pergolakan ini dilihihat dan disaksikn aparat keamanan namun seolah dibiarkan begitu saja sehingga menelan banyak korban jiwa.
Dari luas 5.873 hektar yang dijanjikan dimaksud, hingga kini sejengkalpun belum dimiliki rakyat kecil secara sah. Sedangkan para mafia sudah menikmati hasil kekerasannya lewat bisnis tanah dan real estate tersebut.
Tetapi ketika rakyat bertanya tentang keberadaan tanah tersebut, pemerintah selalu katakan penyerahan lahan tersebut belum terealisasi. Hingga saat ini lahan tersebut dikatakan masih dalam proses pelepasan di Kemeneg BUMN, Kemenkeu dan instansi terkait lainnya.
Koptan Sumut benar-benar heran. Setiap Pemprovsu ditanya persoalan lahan tersebut, selalu mendapat jawaban bahwa masalah tanah tersebut masih dalam proses penyelesaian di Kemeneg BUMN. "Kenapa justeru para konglomerat sudah memiliki sertifikat lahan dimaksud," ujar Mindoana.
Sesuai hasil investigasi Koptan Sumut, sejumlah sentra pembangunan real estate, bengkel, perdagangan(swalayan) sudah ada memiliki sertifikat. Nah, lahan mana lagi sebenarnya yang hendak dibagikan kepada rakyat dan lahan mana yang dikuasai mafia tersebut.
"Saya rasa lahan yang hendak dibagikan pada rakyat itu merupakan lahan yang sudah dikuasai pengusaha hitam tersebut," ujar Mindoana.
KPK, Kejagung, Polri Telusuri
Sekaitan dengan persoalan tersebut, Tao Mindoana mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK), Kejaksaan Agung(Kejagung) maupun Polri supaya menelusuri kepemilikan lahan atas eks HGU PTPN II tersebut.
Bahkan pemerintah pusat Cq Kemeneg BUMN, Badan Pertanahan Nasional, Kemeneg BUMN, supaya bekerjasama menuntaskan konflik tanah di Sumut guna mengindarkan pertumpahan darah di tengah masyarakat penggarap, pinta Mindoanan.
Artinya, pemerintah jangan terlampau yakin bahwa lahan tersebut masih nyaman dari rebutan oknum-oknum mafia tanah. "Saya yakin lahan itu tidak ada lagi yang tidak dikuasai premanisme, pengusaha hitam," ujar Mindoana.
Bahkan sejumlah Kapoldas saat baru dilantik umumnya berjanji segera menyelesaikan persoalan tanah di daerah ini. Tetapi semua komitmen yang diucapkan itu hanya sebatas isapan jempol semata alias tak kunjung nyata.
Koptan Sumut benar-benar prihatin terhadap nasib rakyat kecil yang sejak dulu dijanjikan bagi-bagi tanah tetapi hanay sebatas menyenang-nyenangkan telinga saja.
Seolah pemerintah tidak peduli dengan kondisi ini. Masyarakat penunggu semuanya tergusur dari lahan akibat kekejaman para mafia tanah. Para masya tanah memperoleh lahan hanya dengan membayar tenaga preman. Kalau mereka benar-benar pengusaha taat aturan, seharusnya lahan yang mereka miliki harus menempuh penyelesaian dengan 3 menteri terkait yakni Kemeneg BUMN, Kemenkeu dan Kementan RI.
"Selaku warga negara yang baik, seharusnya malulah memiliki tanah dengan cara ilegal," ujar Mindoana. (BP/RD)
Komentar