Pakai Rompi Oranye dan Tangan Diborgol, Wali Kota Medan Bungkam

Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin mengenakan rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (17/10/2019).Foto/ist

Jakarta-BP : Usai ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kasus dugaan suap proyek dan jabatan pada Pemerintahan Kota Medan tahun 2019, Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin langsung menjalani penahanan.

Dzulmi keluar dari dari Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan sekitar pukul 02.30 WIB dengan mengenakan rompi oranye dan kedua tangan diborgol.

Saat disesaki sejumlah pertanyaan oleh awak media, Dzulmi memilih bungkam terkait kasus yang menjeratnya. Dia kemudian langsung memasuki mobil tahanan KPK.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menyatakan, Dzulmi harus mendekam untuk 20 hari pertama di Rutan Pomdam Jaya Guntur. Penahanan ini dilakukan karena Dzulmi tertangkap tangan oleh KPK.

“Tersangka Dzulmi Eldin ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur untuk 20 hari pertama,” ucap Febri seperti dilansir Jawapos, Kamis (17/10) dini hari.

Sedangkan Syamsul Fitra yang juga merupakan penerima suap harus ditahan di Rutan Klas I Jakarta Pusat. Sementara itu, Isa Ansyari yang merupakan tersangka pemberi suap ditahan di Polres Metro Jakarta Pusat.

Dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kota Medan, KPK menetapkan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin sebagai tersangka. Selain Dzulmi, lembaga antirasuah juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka. Mereka diantaranya Kepala Dinas PUPR Kota Medan Isa Ansyari dan Syamsul Fitri Siregar selaku Kepala Bagian Protokoler Pemkot Medan.

“KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (16/10).

KPK menduga, Isa memberikan uang tunai sebesar Rp 20 juta setiap bulan pada periode Maret-Juni 2019. Kemudian pada 18 September 2019, Isa juga memberikan uang senilai Rp 50 juta kepada Dzulmi.

Tak hanya itu, Dzulmi juga menerima suap dari Kadis PUPR sebesar Rp 200 juta atas permintaan melalui protokoler untuk keperluan pribadi. Uang suap itu untuk memperpanjang perjalanan dinas Dzulmi bersama keluarganya di Jepang.

Sebagai pihak yang diduga menerima suap, Dzulmi bersama Syamsul disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara, Isa selaku pemberi suap, dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (JP)

Penulis: -

Baca Juga