Pelemahan Rupiah Jadi yang Terdalam Kedua di Asia, Minus 0,38%

Jakarta-BP: Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah cukup signifikan pada perdagangan hari ini. Tidak hanya sepanjang 2018, rupiah pun berada di posisi terlemah sejak awal Oktober 2015.

Pada Selasa (24/7/2018) pukul 12:06 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.540. Rupiah melemah 0,38% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya. Rupiah menyentuh titik terlemah tahun ini, dan terlemah sejak Oktober 2015.

Sejak pembukaan rupiah sudah melemah sebesar 0,14%. Seiring perjalanan pasar, rupiah kian melemah. Posisi terlemah rupiah hari ini berada di Rp 14.555/US$, dan terkuatnya di Rp 14.505/US$ yaitu pada saat pembukaan pasar.

Mata Uang Bid Terakhir Perubahan (%)
Yen Jepang 111,32 +0,01
Yuan China 6,83 -0,41
Won Korea Selatan 1.134,80 -0,15
Dolar Taiwan 30,69 -0,24
Dolar Hong Kong 7,84 +0,03
Rupee India 68,96 -0,17
Dolar Singapura 1,37 -0,11
Baht Thailand 33,45 -0,12
Peso Filipina 53,49 -0,15

Seperti rupiah, sebagian besar mata uang utama Asia juga tidak berkutik di hadapan dolar AS. Namun dengan depresiasi 0,38%, rupiah jadi mata uang dengan pelemahan terdalam kedua di Benua Kuning.

Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Asia terhadap greenback pada pukul 12:10 WIB, mengutip Reuters:
Dolar AS memang tengah perkasa. Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,06% pada pukul 12:13 WIB.

Penguatan greenback disokong oleh masuknya aliran modal ke instrumen berbasis mata uang tersebut. Imbal hasil (yield) obligasi AS bergerak turun, yang mencerminkan kenaikan harga akibat tingginya permintaan.

Yield untuk obligasi pemerintah AS seri acuan tenor 10 tahun yang sempat naik ke titik tertingginya selama lima pekan terakhir turun tipis 1,5 basis poin ke 2,9504. Sementara untuk yang tenor panjang 30 tahun turun 1,8 basis poin menjadi 3,0846%.

Untuk yang jangka menengah 5 tahun turun 1 basis poin ke 2,816%. Sementara tenor jangka pendek 1 tahun turun 0,3 basis poin menjadi 2,4043%.

Yield obligasi Negeri Paman Sam yang sempat naik berhasil memancing minat investor untuk masuk demi mendapatkan keuntungan lebih. Hasilnya, arus modal mulai datang dan menjadi penyokong penguatan dolar AS.

Penyebab kedua adalah pelaku pasar mengoleksi greenback jelang pengumuman pembacaan pertama pertumbuhan ekonomi AS kuartal II-2018. US Bureau of Economic Analysis dijadwalkan merilis data ini pada Jumat malam waktu Indonesia.

The Federal Reserve/The Fed dalam proyeksi teranyarnya keluaran 18 Juli menyebutkan pertumbuhan ekonomi AS kuartal lalu kemungkinan mencapai 4,5%. Jauh lebih cepat ketimbang periode yang sama tahun lalu yaitu 2,6%.

Semakin membaiknya perekonomian AS tentu membuat The Fed kian yakin untuk menaikkan suku bunga dua kali lagi, atau menjadi empat kali sepanjang 2018. Ini dilakukan untuk menjaga ekspektasi inflasi dan perekonomian AS tidak mengalami overheating. Kabar gembira buat dolar AS.

Dua sentimen ini berhasil membawa dolar AS melambung. Meski penguatan dolar AS yang terlalu tajam mendapat kritikan dari Presiden Donald Trump, karena membuat ekspor Negeri Adidaya kurang kompetitif. (CNN/JP)

Penulis:

Baca Juga