Petani Sumut Masih Gagap Teknologi

Medan-BP: Petani Sumut masih gagap teknologi informasi. Data hasil Survei Pertanian terbaru BPS yaituSurvei Pertanian Antar Sensus Tahun 2018 (SUTAS2018), melaporkan total jumlah petaniSumut sekitar 1.859 ribu orang. Akan tetapi jumlah petani pengguna internet denganreferensi waktu setahun yang lalu hanya sekitar 13,74%. Angka ini sangat minim sekali.

Padahal dari aspek infrastruktur, Sumut relatif sudah memadai. BPS mencatat, hasil pendataan PODES2018, dari total 6.132 wilayah administratif kelurahan/desa yang ada di Sumut sebanyak 87,82% sudah memiliki akses sinyal internet GSM/CDMA. Meskipun masih terdapat 64,30% desa/kelurahan yang belum memiliki keberadaan BTS (Base Transceiver Station) yang berfungsi sebagai pengirim dan penerima sinyal komunikasi seluler.

Akan tetapi dari aspek akses sinyal telepon, sudah 62,25% kelurahan/desa bisa memperoleh akses telepon seleluler kategori sinyal kuat/sangat kuat dan 34,67% kelurahan/desa yang memperoleh akses sinyal telepon seluler masih lemah. Sedangkan kelurahan/desa yang sama sekali belum memiliki akses telepon seleluler masih 3,08%.

Meskipun dari aspek kepemilikan warnet, Sumut masih rendah. Desa/kelurahan yang sudah memiliki warnet hanya 31,77% . Akan tetapi dijaman sekarang, selain PC/laptop, akses internet dapat dengan mudah dilakukan melalui penggunaan handphone/gadget dsb. Perkembangan teknologi yang sangat pesat, hendaknya dapat dimanfaatkan petani Sumut sebagai media yang mendongkrak pengetahuan dan yang memudahkan petani untuk menggali informasi yang mendukung kegiatan pertaniannya, antara lain sebagai sarana berbelanja kebutuhan bahan pertanian, perbandingan harga, sebagai sarana berpromosi, dan lain-lain. Sangat disayangkan jika petani Sumut belum memanfaatkan peluang ini.

Ada apa dengan petani Sumut?

Rendahnya penggunaan teknologi informasi bagi kaum petani bisa jadi disebabkan banyak faktor. Bisa jadi memang petani Sumut belum tertarik menggunakannya karena merasa belum perlu. Atau bisa disebabkan faktor lain, misalnya: belum sejahteranya kaum petani Sumut.

Dengan semakin besarnya penghasilan rumah tangga, biasanya pola pengeluaran masyarakat akan meningkat ke arah belanja yang sifatnya non komsumsi. Jika petani belum sejahtera, untuk kebutuhan dasar saja masih susah, tentunya petani akan mengesampingkan kepemilikan alat komunikasi. Kondisi ini berdampak terhadap rendahnya pengetahuan dan penggunaan teknologi informasi bagi petani.

Angka NTP (Nilai Tukar Petani), sebagai salah satu indikator proxy kesejahteraan petani, menunjukkan tingkat kesejahteraan petani Sumut yang masih rendah. NTP menjadi alat pengukur kemampuan tukar produk pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang/jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian. Nilai NTP diatas 100 berarti petani surplus, nilai NTP=100 berarti petani mengalami impas/ break even dan nilai NTP < 100 berarti petani mengalami defisit.

Dengan tahun dasar 2012=100, perkembangan data NTP Sumut periode lima tahun terakhir relatif cenderung dibawah 100. Nilai NTP Sumut tahun 2018 tercatat 97,98 lebih rendah dibandingkan NTP 2017 yang tercatat 99,38. Data tersebut menunjukkan tingkat
kesejahteraan petani Sumut menurun dibandingkan dengan tahun dasar.

Faktor lain, bisa disebabkan karena petani Sumut masih didominasi oleh petani tua. Petani Sumut dengan kelompok umur 45 tahun keatas sebanyak 54,80% dari total jumlah petani yang ada. Generasi yang disebut-sebut familiar dengan teknologi adalah generasi millenial (Generasi Y). Dikatakan demikian karena generasi ini terlahir didunia modern dan teknologi yang canggih. Generasi ini diperkirakan merupakan generasi yang lahir pada awal tahun 1980-an hingga awal 2000-an.

Eksistensi generasi millenial yang berada pada kelompok umur 15-44 tahun pada petani Sumut sebanyak 44,81%. Ironisnya, generasi millenial pada sektor pertanian Sumut juga masih minim dalam penggunaan teknologi informasi.

Permasalahan lainnya, profil pendidikan petani Sumut masih rendah. Dominasi pendidikan petani dengan kepemilikan ijazah tertinggi tidak tamat SD/belum tamat SD/SMP sederajat masih sangat tinggi yakni 68,43%. Rendahnya pendidikan petani Sumut bisa saja menjadi penghambat dalam kemajuan penggunaan teknologi informasi. Pendidikan yang rendah akan berdampak kepada pengelolaan usaha pertanian yang seadanya dan berdasarkan pengalaman saja.

Jika hal ini dibiarkan tentunya akan berujung kepada output pertanian yang tidak optimal dan sulit berdaya saing. Pada akhirnya berdampak kepada penurunan kesejahteraan petani. Capaian keberhasilan pembangunan pertanian sejatinya harus membawa kesejahteraan bagi petani.

Disamping potensi alam dan kondisi iklim yang mendukung, peran sumber daya manusia petani yang berpendidikan dan produktif juga diperlukan demi tercapainya cita-cita pembangunan di sektor ini. Peningkatan sumber daya manusia petani dalam aspek
pengetahuan teknologi informasi tentunya akan memberikan dampak positif dalam perwujudan pembangunan sektor ini. Peran pemerintah secara berkesinambungan yang berpihak pada kemajuan petani juga masih tetap diperlukan.

Pemerintah perlu hadir agar petani khususnya kaum millenial yang terlibat di sektor pertanian Sumut hendaknya bisa memanfaatkan pengetahuan teknologi informasi sebagai penopang usaha pertaniannya. Selain memperhatikan perluasan jangkauan internet, kemudahan akses infrastruktur teknologi, pemerintah hendaknya proaktif memberikan sosialisasi/bimbingan tentang pemanfaatan teknologi informasi dan proaktif memasyarakatkan inovasi teknologi pertanian modern yang berbasis kecanggihan teknologi informasi.

Dengan demikian, petani Sumut khususnya kaum millenial sebagai tumpuan pembangunan ekonomi kedepan
diharapkan bisa lebih kreatif dan berdaya saing. Semoga. (Leni Marlina Sigiro, ASN BPS Provinsi Sumatera Utara)

Penulis:

Baca Juga