Potensi Rupiah Melemah Masih Ada

Jakarta-BP: Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup menguat pada perdagangan akhir pekan ini. Namun, dolar AS tampaknya sudah siap membombardir lagi sejumlah mata uang negara-negara di dunia, tak terkecuali rupiah pada awal pekan depan.
Pada Jumat (7/9), US 1 di pasar spot ditutup di level Rp. 14.815/US yang menunjukkan rupiah menguat 0,47% meskipun sepanjang perjalanan perdagangan kurang bergigi di hadapan greenback. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab rupiah menguat.
Dari eksternal, dinamika ketidakpastian ekonomi global mereda. Sementara dari sisi domestik, pelaku pasar disebut mengapresiasi langkah konkret pemerintah untuk menjaga stabilitas melalui upaya menekan defisit transaksi berjalan.
Kebijakan tersebut adalah kewajiban penggunaan B20, serta langkah memberikan disinsentif impor melalui kenaikan pajak penghasilan (PPh) pasal 22 untuk 1.147 barang konsumsi. Kedua kebijakan tersebut, dianggap menjadi faktor yang membuat rupiah menguat.
Hasilnya, meskipun pergerakan rupiah sempat tertekan pada perdagangan kemarin, namun mata uang Garuda berhasil menguat. Tercatat, aliran modal asing yang masuk ke pasar surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 200 miliar.
"Alhamdulillah, ini karunia Allah bahwa rupiah stabil dan menguat. Apresiasi ke pemerintah yang telah melakukan langkah-langkah konkret menurunkan defisit transaksi berjalan," kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.
"Maka dari itu, saya yakini defisit transaksi berjalan akan turun. Tidak hanya tahun ini, tapi tahun depan akan turun secara signifikkan. Karena itu juga akan mendukung stabilitas nilai tukar ke depan," katanya.
Bank sentral berpendapat, posisi nilai tukar rupiah saat ini masih di luar fundamentalnya. Dengan berbagai upaya yang dilakukan pemerintah, maupun komitmen BI menjaga stablilitas, rupiah diklaim masih berpotensi menguat.
"Pergerakan inflasi kita sangat rendah, pertumbuhan ekonomi cukup bagus, perbankan yang kuat. Kredit sudah tumbuh lebih dari 10%. Dengan langkah penurunan defisit current account, akan ada ruang untuk rupiah lebih baik lagi ke depannya," katanya.
BI menegaskan, akan terus berada di pasar dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Bank sentral tidak akan segan-segan melakukan intervensi besar-besaran, apabila stabilitas perekonomian khususnya stabilitas nilai tukar menjadi taruhan.
Kondisi ini, tentu perlu ditindaklanjuti oleh bank sentral AS dengan menaikkan bunga acuan untuk mengantisipasi agar ekonomi Paman Sam tidak kepanasan. Jika dibiarkan, laju perekonomian bakal tak terkendali, dan menciptakan masalah baru.
Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 25 basis poin ke 2-2,5% pada bulan ini, mencapai 99% alias hampir pasti. Hal ini, tentu menjadi kabar yang kurang baik bagi sejumlah mata uang, tak terkecuali rupiah.
Greenback memiliki alasan untuk menguat, karena kenaikan bunga acuan bakal membuat imbalan berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS naik. Para investor jangka pendek, akan memburu dolar AS karena dianggap cuan.
Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback terhadap 6 mata uang dunia, bergerak menguat sebesar 0,30% pada pukul 20.00 WIB hari ini, setelah data tenaga kerja AS diumumkan. Padahal sebelum data diumumkan, indeks tersebut melemah 0,05%.
Di akhir pekan ini, rupiah boleh saja menarik nafas terlebih dahulu karena mampu unjuk gigi. Namun pada pekan depan, dolar AS bisa saja kembali bergerak liar, dan membuat sejumlah mata uang terkapar, termasuk rupiah.
Sumber: CNBC (JP)
Komentar