Presiden Jokowi Kepincut Kekhawatiran Uang Kering, Likuiditas Perbankan Jadi Sorotan

HarianBatakpos.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kondisi likuiditas uang yang semakin menipis, meskipun ekonomi Indonesia masih menunjukkan pertumbuhan sekitar 5%. Kekhawatiran ini disampaikan menjelang akhir masa jabatannya.
Menurut Jokowi, masalah ini muncul karena Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI) menerbitkan terlalu banyak instrumen keuangan, seperti Surat Berharga Negara (SBN), Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI).
"Jangan terlalu ramai dalam membeli instrumen-instrumen tersebut, agar sektor riil dapat terlihat lebih baik daripada tahun sebelumnya," ujar Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Jakarta.
Namun, kekhawatiran Jokowi terbukti tidak tanpa alasan. Likuiditas menjadi salah satu perhatian utama di sektor perbankan tahun ini. Di tengah proyeksi suku bunga yang tinggi dan berkelanjutan, persaingan dalam mendapatkan dana menjadi semakin sengit.
Sunarso, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, menyatakan bahwa suku bunga yang tinggi berdampak pada persaingan likuiditas perbankan. Bank Indonesia baru-baru ini menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 6,25%.
"Dampak dari kenaikan suku bunga ini adalah tantangan yang signifikan terhadap likuiditas," ujar Sunarso.
Meskipun demikian, Bank Rakyat Indonesia (BRI) mengklaim masih memiliki likuiditas yang cukup untuk memperluas kredit. Rasio kredit terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio/LDR) BRI pada Maret 2023 mencapai 83,78%, turun 148 basis poin dibandingkan tahun sebelumnya.
Di sisi lain, Bank Negara Indonesia (BNI) menekankan pentingnya likuiditas sebagai fokus utama di tahun ini. Melalui strategi peningkatan dana murah (CASA) dan layanan digital, BNI berupaya memperkuat posisi likuiditasnya.
Novita Widya Anggraini, Direktur Keuangan BNI, mengatakan bahwa fokus pada likuiditas akan menjaga kinerja bank tetap stabil dan optimal.
Namun, situasi likuiditas yang ketat juga mempengaruhi target pertumbuhan kredit. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk merevisi target pertumbuhan kredit tahun ini akibat tekanan likuiditas di pasar.
Direktur Utama Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, NIxon L.P. Napitupulu, menjelaskan bahwa penyaluran kredit akan ditahan untuk mengurangi risiko akibat kenaikan suku bunga. LDR Bank Tabungan Negara (BTN) naik menjadi 96,23% pada Maret 2024, melampaui rekomendasi Bank Indonesia.
Selain itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat pertumbuhan dana non-DPK yang kembali meningkat, menunjukkan strategi bank dalam diversifikasi sumber likuiditas.
Pertumbuhan dana non-DPK terutama didorong oleh pinjaman diterima dan kewajiban bank lain. Hal ini mencerminkan upaya bank dalam memenuhi kebutuhan pendanaan di tengah pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang lebih rendah dari kredit.
Dengan berbagai strategi untuk mengatasi likuiditas yang ketat, sektor perbankan Indonesia berupaya menjaga stabilitas dan memberikan pelayanan terbaik bagi nasabah dan stakeholder.
Komentar