Selasa 25 September 2018, Dolar AS Rp 14.910
Jakarta-BP: Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih bergerak melemah. Bahkan kini dolar AS kembali menembus level Rp 14.900.
Pada Selasa (25/9/2018) pukul 12:06 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.910 di pasar spot. Rupiah melemah 0,34% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Saat pembukaan pasar, rupiah sudah melemah 0,06%. Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah semakin menjadi.
Posisi terkuat rupiah sampai tengah hari ini ada di Rp 14.865 yaitu saat pembukaan pasar. Sedangkan terlemahnya adalah Rp 14.910/US$.
Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah hingga tengah hari ini:
Mata uang Asia juga ramai-ramai melemah terhadap dolar AS. Namun dengan pelemahan 0,34%, rupiah resmi menjadi mata uang dengan depresiasi terdalam di Asia. Di bawah rupiah ada peso Filipina, disusul rupee India di posisi ketiga.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 12:16 WIB:
Penguatan dolar AS semakin terasa. Pada pukul 12:19 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) masih menguat di 0,16%.
Sudah 2 hari terakhir Dollar Index menguat secara konsisten. Sepertinya investor merapat ke mata uang Negeri Paman Sam karena memang sudah melemah cukup dalam.
Dalam sepekan terakhir, Dollar Index terkoreksi 0,33% sementara selama sebulan ke belakang pelemahannya mencapai 0,86%. Ini membuat dolar AS menjadi murah dan tentunya menarik di mata investor.
Selain itu, memang ada alasan kuat untuk berburu greenback. Rapat The Federal reserve/The Fed edisi September sudah di depan mata, dan di pertemuan ini kemungkinan besar akan diumumkan kenaikan suku bunga acuan.
Menurut CME Fedwatch, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) adalah 93,8%. Sedangkan untuk kenaikan 50 bps, probabilitasnya 6,2%. Sudah tidak ada ruang untuk mempertahankan suku bunga acuan di 1,75-2%.
Kenaikan suku bunga acuan akan membuat aset-aset berbasis dolar AS semakin menarik karena ada imbalan pasti naik. Oleh karena itu, sentimen kenaikan suku bunga akan sangat ampuh untuk mendongrak nilai tukar dolar AS.
Sedangkan dari faktor eksternal, penguatan dolar AS juga didukung oleh masih panasnya hubungan dagang AS-China. Setelah saling menerapkan bea masuk, tensi hubungan Washington-Beijing meninggi karena perang kata-kata.
Wang Shouwen, Wakil Menteri Perdagangan China, menegaskan perilaku AS membuat perundingan bakal sulit terwujud. Menurutnya, untuk kembali ke meja perundingan dibutuhkan niat baik dari Negeri Adidaya.
"Sulit untuk bernegosiasi jika AS menodongkan pisau di leher China. Apabila perlakuan seperti ini terus berlanjut, maka hancur sudah hubungan baik AS-China yang sudah dibangun selama 4 dekade terakhir," tegas Wang, dikutip dari Reuters.
Aura negatif ini masih menghantui pasar. Investor cemas perang akan terus tereskalasi dan menyebabkan lumpuhnya arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia. Posisi risk-on pun dipasang, tidak ada yang berani mengambil risiko.
Investor kemudian memilih untuk menempatkan dana di instrumen aman (safe haven), salah satunya dolar AS. Sikap flight to quality ini membuat dolar AS semakin kuat dan memakan korban berbagai mata uang dunia, termasuk rupiah.
(CnbcIndonesia) BP/JP
Komentar