harianbatakpos.com – Hampir setahun sejak serangan Israel di Jalur Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023, dampak konflik terus terasa hingga September 2024. Dalam serangan terakhir bulan lalu, Israel menyerang gedung-gedung sekolah di Gaza, menewaskan hampir 100 orang, termasuk anak-anak. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, korban tewas akibat serangan Israel sejak tahun lalu hingga akhir September 2024 telah mencapai 41.534 jiwa.
Selama September 2024, Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) melaporkan bahwa sedikitnya 11 sekolah di Gaza terkena dampak serangan udara Israel. Ironisnya, sekolah-sekolah ini berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi pengungsi yang melarikan diri dari zona konflik. Serangan udara ini merenggut nyawa banyak warga sipil, termasuk anak-anak.
Dalam satu serangan yang terjadi antara 22-26 September 2024, dilaporkan bahwa 103 warga Palestina terbunuh. Di antara korban, ada 22 orang, termasuk 13 anak-anak dan 6 wanita. Amal, seorang anak perempuan yang menjadi saksi serangan di sekolah, menceritakan kepada BBC bagaimana ia menyaksikan mayat-mayat berserakan setelah gedung tempatnya berlindung dihantam.
“Kami bangun dan tidur dengan ketakutan. Apa yang telah kami lakukan sebagai anak-anak? Setidaknya lindungi sekolah; kami tidak punya sekolah atau rumah – ke mana kami harus pergi?” katanya penuh keputusasaan.
Situasi di Gaza semakin memburuk seiring serangan yang berlanjut. OCHA melaporkan bahwa sekitar 80 persen dari 2,3 juta penduduk Gaza telah mengungsi. Para pengungsi ini hidup dalam kondisi memprihatinkan, bertahan dengan makanan, air, dan kebutuhan lainnya yang sangat terbatas di tenda-tenda usang dan bangunan-bangunan yang rusak. Bantuan kemanusiaan untuk pengungsi juga terhalang. Hampir 90 persen gerakan bantuan terkoordinasi di Gaza pada bulan September ditolak atau dibatasi.
Kondisi di pengungsian diperkirakan akan semakin parah ketika musim dingin tiba, dengan ancaman banjir yang dapat meningkatkan risiko penyebaran penyakit di sekitar tenda dan titik perawatan medis. Sementara itu, bantuan untuk para pengungsi terus terkendala oleh pembatasan pergerakan yang diberlakukan oleh pihak berwenang.
Di Tepi Barat, hambatan terhadap pergerakan warga Palestina juga meningkat. OCHA mencatat peningkatan lebih dari 20 persen dalam hambatan yang membatasi pergerakan sejak Juni 2023, yang semakin memperburuk fragmentasi wilayah dan mengganggu akses terhadap layanan dasar bagi ribuan warga Palestina.
PBB terus menyerukan perlindungan bagi warga sipil dan menghentikan kekerasan yang terus terjadi. Juru bicara PBB, Stéphane Dujarric, menyoroti bahwa serangan terhadap fasilitas kesehatan di wilayah tersebut telah mencapai 527 insiden sejak 7 Oktober 2023 hingga 30 Juli 2024. Serangan ini termasuk penyumbatan akses, penggunaan kekerasan, dan penggeledahan oleh militer, yang semakin memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza dan Tepi Barat. BP/CW1
Komentar