Tak Penuhi Ambang Batas Empat Persen, Hanura Diprediksi Tak Lolos ke DPR

Ketum DPP Partai Hanura Oesman Sapta Odang ketika mendampingi Presiden Joko Widodo dalam peringatan HUT ke-11 Partai Hanura di Semarang.(Foto:Doc.Ist)

Jakarta-BP: Partai politik yang diperkirakan bakal lolos ke parlemen pada periode 2019-2024 tak jauh berbeda dengan periode sebelumnya. Dari sepuluh partai penghuni Senayan, hanya Partai Hanura yang diprediksi tak memenuhi ambang batas (parliamentary threshold) sebesar 4 persen dari total suara sah nasional--syarat menuju Dewan Perwakilan Rakyat.

Direktur Riset Charta Politika, Muslimin, mengatakan walau sebagian besar partai lama bakal lolos lagi ke DPR, terjadi pergeseran suara mereka, khususnya pada partai koalisi calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno, yaitu Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Demokrat.

Sesuai dengan hasil hitung cepat Charta Politika sampai pukul 23.30 kemarin, Gerindra meraih 12,7 persen suara. Angka ini meningkat dibanding perolehan suara mereka pada Pemilu 2014, yakni 11,8 persen. Jika melihat elektabilitas Gerindra menjelang pemungutan suara yang mencapai 15 persen, Muslimin menduga terjadi pergeseran pemilih Gerindra menjelang pencoblosan.

Perolehan suara PKS justru meningkat. Pada pemilu lima tahun lalu, PKS hanya mendapat 6,79 persen suara. Menurut hasil hitung cepat beberapa lembaga survei, PKS diperkirakan akan mampu meraih suara sekitar 9 persen. Perolehan suara PAN juga mengalami kenaikan. Hanya suara Demokrat yang cenderung stagnan di angka 7 hingga 8 persen, hampir serupa dengan pada pemilu terdahulu. "Suara Gerindra tidak lari ke 01, tapi ke PKS, PAN, Berkarya, dan sedikit ke Demokrat. Jadi, tidak ada hal yang terlalu mengejutkan," kata Muslimin di Jakarta, Rabu, 17 April 2019.

Adapun perolehan suara partai koalisi pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin, yakni PDI Perjuangan, Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, NasDem, Partai Persatuan Pembangunan, dan Hanura, cenderung lebih stabil. PDI Perjuangan sejak awal diprediksi unggul dalam pemilu kali ini. Raihan suara Golkar, PKB, dan NasDem juga diperkirakan naik. Hanya suara PPP yang anjlok hingga mendekati ambang batas 4 persen. Diduga salah satu penyebabnya adalah M. Romahurmuziy, Ketua Umum PPP, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi lantaran diduga menerima suap terkait dengan dagang jabatan di Kementerian Agama. "Tapi ternyata akar rumput PPP masih kuat. Secara infrastruktur dan pemilih, PPP masih punya pemilih tradisional," kata Muslimin.

Hanura menjadi satu-satunya partai koalisi Jokowi yang diprediksi terpental dari Senayan. Pada Pemilu 2014, Hanura meraih 5 persen suara. Namun, pada pemilu kali ini, perolehan suara Hanura diprediksi tidak sampai 2 persen.

Menurut Muslimin, penyebab anjloknya suara Hanura adalah infrastruktur partai ini belum mapan. Penyebabnya, konflik di lingkup internal membuat struktur kepengurusan partai goyah. Memang Hanura sempat diterpa konflik internal sehingga banyak kadernya memilih pindah ke partai lain. "Hanura belum punya pemilih loyal yang kuat. Hanura kuat di 2014 karena sosok Wiranto waktu itu, bukan karena infrastruktur," ujar Muslimin.

Peneliti Indikator Politik Indonesia, Ahmad Khoirul Umam, mengatakan pemilu presiden tak memberikan “efek ekor jas” secara signifikan kepada partai pengusung pasangan calon presiden. Fakta itu terlihat dari hasil hitung cepat beberapa lembaga survei. "Jadi, kapasitas masing-masing calon legislator menjadi ujung tombak yang lebih dominan," kata Ahmad.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP, Aria Bima, memandang kelengkapan infrastruktur sebagai modal utama partainya memenangi pemilihan anggota legislatif. Baginya, efek ekor jas tak akan bekerja jika struktur partai tidak mampu memanfaatkannya. “Mampu menarasikan efek coattail itu adalah kemampuan organisasi,” katanya.

(Tempo)BP/JP

Penulis:

Baca Juga