Medan, HarianBatakpos.com – Amerika Serikat (AS) kembali menyerang China dengan menaikkan tarif impor dari sebelumnya 145% menjadi 245%. Langkah ini diumumkan oleh Gedung Putih beberapa hari setelah China melakukan perlawanan dengan mengenakan tarif 125% ke AS. Kenaikan tarif ini menjadi sorotan utama dalam hubungan dagang kedua negara yang semakin memanas.
Respon China Terhadap Tarif Impor
Merespons langkah agresif ini, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, meminta awak media untuk menanyakan langsung kepada pemerintah AS mengenai alasan pengenaan tarif 245%. Ia menegaskan bahwa posisi China selalu jelas, dan mengingatkan bahwa tidak akan ada pemenang dalam perang tarif yang sedang berlangsung. “China tidak bersedia berperang (dalam perang semacam itu), dan tidak takut berperang,” tegas Lin dalam pernyataannya.
Lin menjelaskan bahwa perang tarif ini diprakarsai oleh pihak AS, sementara China merespons dengan memberikan tarif balasan sebesar 125%. Ia menyatakan bahwa langkah ini diperlukan untuk memastikan keadilan di kancah internasional dan dilakukan dengan cara yang masuk akal dan sah. “Sepenuhnya masuk akal dan sah,” tambahnya, dikutip dari detik.com.
Jalan Menuju Dialog
Ia juga mengimbau agar Gedung Putih menghentikan pendekatan yang cenderung memaksakan tekanan. Lin meminta Presiden AS Donald Trump untuk menghentikan ancaman dan memeras, serta lebih aktif dalam proses dialog. “Jika AS benar-benar ingin menyelesaikan masalah melalui dialog dan negosiasi, AS harus menghentikan pendekatannya yang memaksakan tekanan ekstrem,” tuturnya.
Sebelumnya, Trump mengumumkan tarif baru untuk China, yang kini mencapai 245% atas impor dari negara tersebut. Keputusan ini diambil tidak lama setelah China membalas dengan tarif 125%. “China sekarang menghadapi tarif hingga 245% atas impor ke Amerika Serikat karena melakukan pembalasan,” demikian tertulis dalam lembar fakta yang diunggah oleh situs Gedung Putih.
Dengan suasana ketegangan yang semakin meningkat, penting bagi kedua negara untuk mencari solusi melalui dialog yang konstruktif demi stabilitas ekonomi global.
Komentar