Tiga Gunung Berapi di Indonesia Meletus, Ribuan Warga Mengungsi
Flores Timur, HarianBatakpos.com - Sepekan terakhir, tiga gunung berapi di Indonesia mengalami erupsi. Selain Gunung Lewotobi Laki-laki di Nusa Tenggara Timur, ada juga Gunung Marapi di Sumatera Barat dan Gunung Semeru di Jawa Timur yang ikut bererupsi. Hidup berdampingan dengan gunung berapi aktif merupakan kenyataan yang harus dihadapi masyarakat Indonesia dan memerlukan adaptasi serta kesiapan setiap hari.
Gunung Lewotobi Laki-laki di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, meletus hebat pada tengah malam 3 November 2024, menyebabkan lontaran material pijar hingga 6 kilometer dari puncak. Batu api ini menyebabkan kerusakan signifikan, menghancurkan rumah warga dan menumbangkan puluhan pohon di sekitarnya. Erupsi ini juga mengakibatkan sembilan orang meninggal dunia, dengan 31 orang mengalami luka berat dan 32 orang luka ringan. Lebih dari seribu warga terpaksa mengungsi karena ancaman erupsi susulan yang berlanjut hingga Kamis (7/11/2024), dengan kolom abu mencapai lebih dari 8 kilometer di atas kawah.
Selain Lewotobi Laki-laki, Gunung Marapi di Sumatera Barat erupsi pada 6 November 2024, sehingga statusnya dinaikkan menjadi Level III atau Siaga. Menyusul erupsi tersebut, Gunung Semeru di Jawa Timur juga menunjukkan aktivitas pada 7 November 2024 dan dinaikkan statusnya menjadi Level II atau Waspada. Gunung-gunung berapi ini memang dikenal sering mengalami erupsi, sehingga masyarakat di sekitar kawasan ini sudah akrab dengan kondisi rawan bencana.
PVMBG melaporkan bahwa erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki pada awal November ini adalah kelanjutan dari erupsi sebelumnya pada 23 Desember 2023. Saat itu, warga di sekitar gunung sempat dievakuasi ke tempat aman, dan tidak ada korban jiwa yang dilaporkan. Namun, ketika erupsi terbaru terjadi pada 3 November, dampak lebih luas terjadi, terutama di desa-desa yang masuk dalam zona merah seperti Desa Klatanlo, Hokeng, dan Dulipali. Meskipun status Siaga sudah diberlakukan sejak 1-2 November, langkah evakuasi tidak dilakukan tepat waktu, menyebabkan banyak warga tetap berada di wilayah berbahaya saat erupsi terjadi.
Kesulitan koordinasi juga terlihat dalam penanganan awal bencana. Beberapa pimpinan daerah, termasuk kepala badan penanggulangan bencana setempat, dilaporkan sulit dihubungi pada saat-saat awal erupsi Lewotobi Laki-laki. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan dalam mitigasi bencana di wilayah dengan gunung berapi aktif seperti Indonesia. Dengan letak geografis yang rawan erupsi, Indonesia seharusnya memiliki sistem mitigasi yang lebih tanggap dan terintegrasi untuk menghadapi bencana seperti ini.
Erupsi yang terjadi baru-baru ini bisa menjadi momentum untuk memperkuat sistem mitigasi di daerah rawan bencana gunung berapi. Melalui adaptasi yang lebih baik dan kesadaran akan risiko, diharapkan masyarakat dapat hidup berdampingan dengan gunung berapi aktif di Indonesia.
Komentar