Wamendiktisaintek Soroti Tingginya Biaya Kuliah, Dorong Keadilan dalam Pembayaran UKT

Jakarta,harianbatakpos.com – Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof. Stella Christie, menyoroti tingginya biaya kuliah di Indonesia yang dianggap masih memberatkan bagi sebagian besar mahasiswa. Dalam sebuah diskusi di Djakarta Theater, Prof. Stella mengungkapkan komitmen pemerintah untuk mewujudkan keadilan dalam pembiayaan kuliah melalui kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
“Kalau kita berbicara tentang keadilan, sebenarnya sudah ada kebijakan-kebijakan yang dilakukan kementerian, yang sungguh ingin ke arah keadilan,” ujar Prof. Stella.
Prof. Stella turut memaparkan data terbaru terkait pembayaran UKT mahasiswa pada tahun 2023. Sebanyak 24,4 persen mahasiswa membayar pada kelompok UKT 1 dengan biaya antara Rp 500.000 hingga Rp 1 juta. Sementara itu, kelompok UKT menengah yang mencakup 69,7 persen mahasiswa menjadi yang terbesar, diikuti dengan kelompok UKT tinggi yang hanya mencakup 5,9 persen mahasiswa. Menurutnya, meskipun persentase ini masih jauh dari ideal, namun menunjukkan arah kebijakan yang diharapkan dapat mengakomodasi latar belakang ekonomi sosial mahasiswa yang lebih beragam.
“Kita memang belum mencapai ideal, namun arah untuk lebih menyeluruh kepada keluarga dari berbagai bidang ekonomi sosial sudah berjalan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Prof. Stella menyampaikan bahwa upaya ini juga berlaku untuk mahasiswa berprestasi yang masuk melalui jalur undangan. Data menunjukkan bahwa 29 persen mahasiswa berprestasi membayar pada kelompok UKT 1, sementara hanya 3,7 persen yang masuk dalam kategori UKT tinggi.
“Bagi anak-anak yang berprestasi, ini memang dikhususkan agar UKT-nya serendah mungkin, sesuai kemampuan ekonomi mereka,” ujarnya.
Sebagai upaya meningkatkan pemerataan dan kualitas pendidikan tinggi, Prof. Stella menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah, institusi pendidikan, dan pihak terkait. Ia menegaskan bahwa perhatian pada keadilan bagi mahasiswa juga harus sejalan dengan kesejahteraan dosen serta pengembangan kualitas pendidikan.
“Karena kita tidak bisa hanya melihat dari jumlah UKT-nya saja. Kita juga harus memikirkan biaya yang diperlukan untuk menghasilkan pendidikan tinggi yang berkualitas,” tutupnya.
Pernyataan ini menjadi sinyal positif dari pemerintah untuk terus memperjuangkan akses pendidikan yang lebih inklusif dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat.BP/CW1
Komentar